Pengangguran terdidik bukanlah sebuah fenomena yang baru di negara kita. Hal
ini merupakan sebuah paradoks yang menyedihkan. Mengatasinya bukanlah sesuatu
pekerjaan yang mudah. Kalau kita terus menunggu dan mengharapkan sistem menjadi
sempurna tentu kita sudah ketinggalan kereta. Etos kemandirian harus kita
kembangkan sedini mungkin. Salah satu semangat yang harus kita tanamkan adalah
semangat enterpreneurship atau kewirausahaan.
Kritikan yang paling banyak ditujukan terhadap lembaga pendidikan kita
karena tidak mampu mencetak sarjana-sarjana yang berkualitas untuk bersaing.
Bila dibedah lebih lanjut, variabel-variabel lainnya seperti kurikulum yang
begitu berbelit-belit dan terlalu dipaksakan, jauh dari kebutuhan dunia kerja,
kualitas para dosen serta infrastruktur yang serba jauh ketinggalan bila
dibandingkan di negara-negara tetangga.
Di sisi lainnya adalah pemerintah, yang tidak mampu mengatasi permasalahan
pengangguran. Pemerintah tidak dapat menyediakan pekerjaan yang layak bagi
masyarakat. Lihat saja angka pengangguran sampai saat ini makin meningkat,
ditambah lagi dengan adanya krisis ekonomi tahun 1997 yang banyak menimbulkan
PHK, otomatis para penganggur makin banyak. Sampai tahun 2000 lalu, data dari
Depnaker menyebutkan bahwa pengangguran di Indonesia ada sekitar 36 juta orang.
Pengangguran di sini didefenisikan bahwa orang yang bekerja kurang dari 35 jam
seminggu.
Lulusan strata-1 yang menjadi pengangguran sekitar 300 ribu orang (Kedaulatan
Rakyat, November 2000). Tentu ini sebuah angka yang cukup besar bagi negara
yang berpenduduk sekitar 200 juta jiwa ini. Tidak tersediannya lapangan kerja
yang cukup bagi masyarakat malah menimbulkan masalah-masalah sosial. Lihatlah
menjelang krisis ekonomi negra kita (pasca tumbangnya orde baru) tindakan
kriminalitas meningkat, kerusuhan-kerusahan sosial terjadi di mana-mana yang
salah satu variabel penyebabnya adalah tidak adanya pemerataan kesempatan kerja
terutama antar desa dan kota, pusat dan daerah-daerah lainnya.
Memikirkan kemudian menyesali semua kebobrokan tersebut bagi kita, kaum
mahasiswa bukan jalan yang terbaik. Hanya timbul sikap saling menyalahkan, dan
hanya berjalan di tempat saja. Semuanya itu tidak bisa memperbaiki nasib kita.
Sudah saatnya memikirkan diri kita sendiri, nasib kita tidak tergantung dengan
segala sistem yang ada tetapi ada di tangan kita. Kalau terus menunggu dan
mengharapkan sistem menjadi sempurna tentu kita sudah ketinggalan kereta. Etos
kemandirian harus telah kita kembangkan sedini mungkin. Salah satu semangat
yang harus kita tanamkan adalah semangat enterpreneurship atau kewirausahaan.
Mengenal Enterpreneurship
Bagaimana dan apakah semangat kewirausahaan itu? Sebelumnya kita harus
mengerti dulu terminologi dari enterpreneurship itu sendiri. Menurut pakar
kewirausahaan, John Kao, kewirausahaan adalah suatu upaya menciptakan nilai
melalui pengenalan pasar, peluang bisnis, manajemen pengambilan resiko yang
sesuai dengan peluang dan komunikasi yang terampil serta manajemen untuk
memobilisasi sumber daya manusisa, keuangan dan material yang di perlukan agar
suatu proyek sukses.
Perlu direnungkan bahwa wirausaha selalu mengacu pada sifat keberanian dan
kehandalan mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan diri sendiri. Unsur
penekanan untuk berdiri sendiri, selalu mencari peluang kemudian meresponnya
dan menjadikannya sebagai peluang merupakan kunci utama. Peter Drucker (1986)
mengemukakan hakekat wirausahawan adalah mereka yang selalu mencari perubahan,
meresponnya, dan menjadikannya sebagai peluang.
Untuk menjadi wirausahawan perlu memiliki sikap-sikap pertama, inovatif,
yakni selalu melihat kekurangan yang ada dan berupa menambahkan kekurangan
tersebut sehingga lebih bernilai. Salah satu contoh seorang wirausahawan yang
inovatif dimiliki negara ini adalah pendiri PT Aqua Golden Missisipi. Pak
Tirta, yang memberi nilai tambah dari air minum untuk sehari-hari dikemas dalam
suatu kemasan sehingga lebih memiliki nilai tambah.
Kedua, berani mengambil resiko. Resiko adalah sesuatu yang harus di hadapi
dan takut adalah sesuatu yang harus disingkirkan. Kalau kita takut untuk
memulai kita tidak akan bisa menuai hasilnya. Bob Sadino adalah contoh dalam
hal berani mengambil resiko. Pemilik Kem Chick's pada saat mengawali karirnya
tidak takut pada resiko, ia menjual telur ayam dari peternakannya padahal
pengetahuan tentang ayam yang dia punyai nol. Lihatlah sekarang usahanya telah
menjadi perusahaan besar di bidang industri pengadaan makanan dari daging
segar, sampai sosis, telur, samapai rempah-rempah.
Ketiga adalah tanggap terhadap perubahan dan mencari peluang. Seorang
wirausahawan bereaksi secara positif terhadap perubahan. Memandang perubahan
sebagai potensial opportunity, sebagai inspirasi untuk tujuan dan sasaran
barunya. Keempat adalah bekerja dengan cerdas. Melakukan kegiatannya tidak
seperti pekerja kerah biru, mampu bekerja secara efisien dengan hasil yang
maksimal.
Nah bagaimana tanggapan Anda sebagai mahasiswa saat ini? Apakah memiliki
keberanian untuk terjun sebagai pengusaha bila kelak lulus nanti?
Andi Nur Bau Massepe, Yogyakrta 2001
* pernah dimuat di edisi di situs detik.com/kampusonline. (edisi Jumat, 27/04/2001)
* Penulis adalah wartawan freelance detik.com kanal kampus online dan juga Pemred Majalah Motivator, yogyakarta
* Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir jurusan manajemen STIE YKPN Yogykarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar