Bagaimana budaya gaul anak muda diabad informasi saat ini? Tentu sangat berbeda bila flash back ke zaman kakek dan nenek kita dimasa-masa kemerdekaan. Dahulu, hanya mengenal surat menyurat sebagai alat komunikasi primer. Teknologi Telepon diperkenalkan di awal tahun 60-an, penggunaan nya pun terbatas untuk kepentingan pemerintahan, militer dan bisnis. Masih jarang untuk penggunaan individu apalagi digunakan untuk menjalin hubungan sosial (networking). Tahun pun berganti, kemudian kita mengenal bentuk-bentuk lain, seperti mesin faks, ada lain teknologi wireless (nge-break), akhirnya ditemukan internet dan teknologi mobile sampai saat ini.
Apa yang membedakan metode komunikasi tersebut dan Apa dampak perilaku yang terjadi pada kepribadian manusia-manusia penggunanya? Mungkin terlalu subjektif, karena tidak didasari oleh suatu dasar penelitian, tetapi bila kita mengamati akan didapatkan suatu fenomena yang cukup menarik untuk diamati.
Pertama, hal yang paling nampak dengan adanya alat telekomunikasi (internet), manusia zaman sekarang “dipaksa” untuk lebih terbuka (istilah saya- buka-bukaan) sehingga dapat diakses oleh siapapun dan darimanapun. Pada kasus friendster misalnya, tahap registrasi, vendor meminta untuk mengisi biodata, seperti umur, asal sekolah, tempat tinggal, musik dan film favorit, sampai ke bagian yang menyangkut personality (pribadi).
Perbuatan ini sadar atau tidak adalah suatu cara “buka-bukaan” diri kita kepublik. Jangan terkejut misalnya, melihat profile seorang kawan yang ternyata didunia nyata kita kenal tertutup dan pendiam, begitu membaca profilenya di friendster ternyata kawan itu menyenangi hal-hal yang tidak kita duga sebelumnya dalam hal musik atau pun kegemarannya terhadap program acara. Berarti orang tersebut boleh dibilang tidak tertutup lagi karena telah membuka dirinya, apa kegemarannya, plus dengan testimonial yang diberikan oleh teman-temannya.
Refleksikan dizaman dahulu, bentuk komunikasi antara kaum muda tidak se interaktif saat ini. Dahulu, bila ingin mengenal seseorang, akses yang ada adalah berupa alamat rumah, ataupun telepon rumah. Beruntung bila punya akses dengan mengenal kawan dekat seorang yang kita sedang incar itu. Bila berkirim surat belum tentu surat itu akan dibaca, syukur kalau melewati sensor dari orang tuanya. Bertelepon tentu juga terbatas, karena tidak selamanya idola kita itu ada dirumah, dan sekali lagi syukur-syukur kalau orang tuanya baik, kalau tidak suatu hal yang biasa mereka katakana bila menjawab permintaan kita via telepon “si anu lagi sibuk tidak boleh diganggu”. Kring.!!
Fenomena buka-bukan, menurut saya adalah suatu budaya global. Sangat terasa spirit globalisme nya. (Terlepas kita pro atau kontra dengan kata Globalisasi). Tentu media buka-bukan ini buka hanya lewat internet seperti friendster itu. Alat komunikasi lainnya yang takala power full agar diri kita dapat diakses oleh publik adalah mobilephone alias HP. Kenalan dengan cewek saat ini begitu mudah, tahu nomor HPnya cukup lewat sms-an, kalau dia tertarik janjian ketemuan di mall, tanpa perlu pake izin macam-macam orang rumah. Ortu mana tahu lagi isi sms pacaran anak muda sekarang. Kalau mereka membaca nya tentu akan sering terdengar kata Astagfirullah.!
Globalisasi saya artikan membuka segala sekat-sekat yang ada. Global berarti sejagad, tidak mengenal lagi batas-batas apakah kebangsaan, suku, agama atau ras. Ekonomi pun menjadi tulang punggung dari globalisasi, dengan senjata adalah semakin maju dan canggihnya teknologi komunikasi, maka kita pun semakin lumer dengan dunia ini. Saya tidaklah menguasai konsep globalisasi itu, tapi menurut saya seperti itulah.
Apa sih hubungan antara itu semuanya dari yang saya tuliskan dari awal? Coba saja, masyarakat yang tertutup atau eklusif tentu akan sangat sukar untuk menerima sesuatu yang baru. Masyarakat yang open minded lah yang dapat menerima sprit globalisasi ini dengan berbagai media seperti TV, radio, internet dan lainnya. Lalu, apa hubungannya dengan friendster tadi?
Nah disini yang menarik, friendster saat ini kalau kita amatin hampir sebagian besar penggunannya adalah anak mudah. Skala range umur sekita 14-35 tahun. Penghuni terbesar berusia antata 17-25 tahun. Usia-usia yang masih panjang, dan jauh dari kematangan. Sadar tidak sadar habit yang dimuncul kan adalah mengajari kita untuk terbiasa “buka-bukaan”. Kita mulai dibiasakan dengan hal-hal yang lebih inklusif, menerima perbedaan, lebih mengedepankan nilai kebebasan ekspresi dan berpendapat, ujung-ujungnya adalah suatu nilai baru bagi kita yakni nilai yang lebih universal seperti persahabatan, perdamaian, kegembiraan, kepedulian dan sebagian lagi dampak negatif yang terikut kedalamnya.
Setelah tertanam kebiasa “buka-bukaan” itu, tentu akan menimbulkan nilai-nilai baru. Akan tentu sulit dimengerti oleh orang tua kita atau manusia yang dilahirkan sebelum Internet ditemukan dipertengahan tahun 70-an. Orang tua akan merasa sangat tidak masuk akal, menikah dengan seorang kekasih yang terjalin dengan cyber love. Petuah jaman dulu seperti memilih jodoh berdasar bibit, bobot dan bebet pun nyaris dilupakan lagi. Mungkin orang tua akan menganggap kita gila, atau sebaliknya kita menganggap orang tua kita betapa kolot nya. Nilai-nilai baru inilah yang terus menerus kita perbaharui yang pasti sering menimbulkan konflik individu (dalam diri) maupun masyarakat.
Saya sendiri berpikir apakah gerakan buka-bukaan ini apakah suatu agenda besar, antara negara kuat dengan dominasi teknologinya untuk menguasai negara-negara lemah seperti Indonesia, untuk kepentingan mempertahankan pasar (kekuatan ekonomi). Dimana mereka menerapkan prinsip “edukasi” pasar, membiasakan kita untuk memiliki nilai-nilai baru yang ber-spirit “buka-bukaan” itu, sehingga kita pun dengan mudah mengadopsi budaya yang hasil akhirnya mengubah perilaku kita, sehingga barang yang diproduksi oleh mereka (baca dijual) kita pun dengan mudah mengadopsinya sebagai bentuk “kebutuhan” baru, yang jangan-jangan kita pun tidak butuh. Pesannya, kita telah di edukasi oleh nilai-nilai globalisasi.
Sebaiknya kita berprasangka baik saja. Ini merupakan suatu kekuatan alam, istilahnya sunnatullah (ketetapan Ilahi), dimana ini merupakan agenda alam, agenda Ilahi yang tersebunyi dalam kebinggungan kita hidup disaman yang bergerak cepat ini. Menuju perbaikan-perbaikan nilai-nilai kemanusian kita. Yah yang seperti cita-cita bangsa ini termakhtub pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Wallahu wa ‘allam.
Andi Nur BM
Maret 2005, Jogja
1 komentar:
oOo.. bEgItUuuu... yA yA yA :)
Posting Komentar