Kamis, Februari 17, 2005

Memoar Organisasi UKMJ di STIE YKPN

Tulisan kali ini sifatnya romatisme belaka, sekedar ingin refleksi (baca: merenung dan mengambil hikmah) sambil ditemani dengan lagu-lagu dari Audy. Kenapa Audy, karena musiknya nge-rock, lembut, dan agak sok-melankoli gitu, ah gue banget…!!

Bagi teman-teman jujur saja, apakah berorganisasi itu nyaman dan mengasyikkan? Saya ingin jawaban yang jujur! Saya yakin sebagian dari kita bahwa organisasi itu awalnya saja yang enak setelah jadi pengurus dan memikul tanggung jawab pasti terbersik perasaan bahwa untuk apa sih ngurus organisasi ini, mana pengurus dan anggotanya pada seolah-olah “tidak peduli”. Tanggung jawab? Mang aku harus bertanggung jawab sama siapa? Sama pihak kampus, Pak Djoko mana dia jarang di kampus, Pak Wing? Wah makluk ini apa lagi, yang di otaknya cuman teknologi informasi melulu. Pak efer? Sapa sich lo..?

Sama alumni? Alumni pada kemana? Sibuk dengan kerjaannya dan keluarganya. Di AD/ART kan alumi bukan pengurus. Dan gak jelas wewenang dan perannya bagi organisasi. Jadi apa dong.

Saya coba bernostalgia takala mengambil “keputusan” berkecimpung dengan serius di gmh104. Motivasi awal yang paling membekas bagi ku adalah takala di calonkan oleh teman-teman anggota, yang waktu itu angkatan ke-4, ya si faisal (penghormatan buat dia namanya aku tulis paling depan, soalnya kita sadar banyak dosa-dosa kita karena seringnya “menindas” mu bro), si Muliadi Palesangi, Gaib, Eko, Ickhsan, Nita, Nurul, Hari, Ronny..... Dan “sial” nya takala ternyata aku yang terpilih menjadi Ketua Umum periode 1999/2000. Mau menolak, takut membuat kecewa. “Suara rakyat adalah suara Tuhan”.

Dari alumni, mas Riko juga beri argumen, kalau kita biarkan mereka yang mengorganisir UKMJ di masa depan, angkatan ke-4 itu ibarat buah yang masih belum siap dipanen, dikarbit jadi hasilnya pasti asal-asalan. Sehingga butuh sosok yang lebih dewasa, lebih punya pengalaman, dan menegerti running organisasi. Lagian,..tambah mas Riko, organisasi ini sudah susah-susah kita bangkitkan kembali setelah “mati suri’ di tahun 1998, masa kita ingin melihatnya redup kembali (kurang lebih seperti itu kalimatnya cuman saya modifikasi dikitJ ).

Ok, saya pun terima “tantangan” ini, walau dalam hati sudah ingin gak terlibat lagi di kepengurusan, maklum saja saya aktif tahun 1997, begitu awal masuk STIEYKPN, dan trus vacuum, nah pas pertengahan tahun 1998 mulai bangkit lagi setelah ORBA dan Soehartonya turun, barulah UKMJ kembali ke “Khittah”-nya menjadi organisasi murni kemahasiswaan bukan sebuah organisasi pergerakan politik.




Dalam pergulatan diri selama menjadi pengurus, saya sadari sebenar masalah-masalah yang dihadapi dalam organisasi sebenarnya sebuah latihan bagiku dalam bagaimana memanajemin dan menjadi leader di suatu organisasi. Mungkin kalimat yang paling cocok adalah di UKMJ saya pintu gerbang mulai belajar menemukan kesejatian diri, dimana kesejatian diri itu meliputi pembelajaran saya sebagai manusia baik sisi individu, dan sosial, intelektual, emosional dan spritual. Sisi individu berarti saya berlahan-lahan mulai mengenal diri saya sendiri. Kata filosuf untuk mengenal Tuhan kita harus mengenal diri kita lebih dulu. Sisi sosial, saya punya banyak kawan, sahabat, guru-guru informal, dan musuh. Dari mereka lah saya membangun jaringan (networking) dan silaturahmi yang kelak dimasa depan saya yakin akan bermanfaat dalam menunjang karir dan sukses saya. Aspek emosional, saya belajar untuk lebih peka dan berempati kepada orang-orang lain. Dan sisi spritual, saya belajar, bahwa Tuhan akan selalu bersama kita disaat-saat apapun apalagi takala lagi susah.

Life is Journey. Kehidupan adalah sebuah perjalanan, sebagaimana juga kalimat yang sering kita baca bahwa Succes is Journey. Dari permenungan saya (refleksi) setidaknya ada 4 hal yang menjadi nilai pembelajaran (the four learning value) yang akan saya uraikan dibawah ini.

1. Untuk Mewujudkan cita-cita kita harus berani menukarkan dengan pengorbanan. Saya belajar cita-cita beda dengan impian belaka. Omong kosong belaka kalau kita mengharapkan perubahaan tapi kita hanya berleha-leha di kasur sambil tidur-tiduran. Di UKMJ, semuanya menginginkan perubahaan, berkoar-koar dengan kata-kata mutiara yang baik, tapi tak ada pun suatu aksi untuk mewujudkannya. Dari situ saya mulai belajar, bahwa manusia yang sukses harus berani mengambil resiko untuk keluar dari zona kenyamanan untuk mewujudkan cita-citanya itu. Kenapa saya katakan resiko karena resiko merupakan sesuatu yang berarti ada sebuah konsekuensi dari upaya kita, bisa berbentuk pengorbanan waktu, materi, fisik, dan mental. Semuanya tentu sudah dirasakan oleh kawan-kawan pengurus yang berkomitmen tinggi. Ungkapan dari Frank Harvey, begitu mendalam, yaiut; “kadang untuk membuat impian menjadi kenaytaan, kita harus mau menukarkannya dengan sebagian dari kehidupan kita”.
2. Tidak membenci masalah. Kini, saya belajar bahwa masalah itu adalah karunia. Saya yakin Tuhan tidak akan memberi suatu masalah (cobaan) diluar kesanggupan umat-Nya. Masalah membuat kita naik kelas, meminjam kata-kata dari Gede prama. Masalah-masalah menjadikan kita lebih tahan banting, dan terampil bila menghadapi persoalan-persoalan berikutnya. Mungkin bagi sebagian besar anak-anak STIE YKPN, terlahir dan tumbuh dalam keluarga yang mampu dan berada. Resistensi (daya tahan) terhadap problem-problem hidup, akan berpengaruh terhadap budaya organisasi. Tidak semua anggota bisa memaknai persoalan-persoalan hidup yang mereka hadapi. Dari sini saya belajar untuk memisahkan mana masalah organisasi dan mana masalah individu. Mana masalah yang sebenarnya tidak harus dipikirkan terlalu berat dan dimasalah-masalahkan. Intinya management problem, ya... saya bahagia karena dari pengalaman organisasi kini saya berubah perspektif terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Dulu saya menganggap masalah yang terjadi adalah sebuah kutukan atau sanksi dari Tuhan (yang kadang saya geli juga dengan pikiran ku seperti itu), tapi kini saya berpikir masalah (problem) adalah masalah, suatu kata benda, yang intinya kita harus HADAPI dan mencari SOLUSI, bukan menjadi beban dalam pikiran. Betapa berat hidup kalau setiap masalah kita simpan dalam pikiran dan kita hanya bisa mengutuk tanpa bisa mencari pelajaran dan solusi dari semua itu.
3. Hal ini yang merupakan pelajaran tersulit, Berlatih dalam mengambil pilihan (choice) dan keputusan (decision). Sampai saat ini pun saya masih belajar dalam mengambil keputusan. (decision making). Sulit kah? Ya, sulit bagi yang belum biasa dan tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Hidup ini selalu dihadapkan dua hal yakni pilihan dan keputusan. Kita harus memilih yang mana, kanan atau kiri, putih, hitam atau abu-abu. Setelah kita memilih keputusan pun harus kita buat dan laksanakan. Awalnya saya begitu sulit, membuat keputusan-keputusan organisasi, mempertimbangkan rasa tidak enak dengan kawan-kawan, rasa bersalah, dan berbagai macam nilai-nilai lainnya. Takala, membuat keputusan untuk bekerja sama dengan detik.com dan AJI untuk penandatangan MoU (memorandum of understanding) dalam menggarap program kanal kampus online. Beberapa rekan sempat mempertentangkan, Apakah UKMJ siap kerja sama, melihat system kerja organisasi masih amburadul, bagaimana mungkin, mereka adalah lembaga yang professional. Persma kita masih jauh ketinggalan dari Balairung, Ekspresi, Bulaksumur Pos, Edents, Suara USU dan lainnya. Mereka (persma lain) sudah lebih pengalaman dan lama kita baru 3 tahun. Saya memahami kondisi teman-teman UKMJ saat ini lagi tidak percaya diri. Tapi sebagai penangung jawab organisasi harus membuat pilihan dan keputusan, intusi saya pun mengatakan UKMJ harus mengambil bagian dari proyek ini. Kita tidak boleh ketinggalan, belum tentu mereka lebih bagus dari kita. Justru saya berpikir dengan kerja sama dengan pihak luar, akan menjadi cambuk bagi pengurus untuk mengubah diri lebih baik dan saya sendiri khususnya. Tentu kita malu, sudah berani kerjasama tetapi kerja kita tidak bagus. Saya pun yakin, untuk menjadi lebih baik, kita harus keluar, out of our box, keluar dari tempurung kita. Soalnya saat itu kita sudah merasa “bangga” dengan posisi sebagai organisasi yang “terhebat” di kampus adalah hal yang hebat kalau kita bisa bekerjasama dengan pihak yang lebih hebat dari kita. Dan, akhirnya saya puas dan senang denga pilihan tersebut. UKMJ pun menuai beberapa kebanggan dan prestasi walaupun itu masih ecek-ecek.
4. Kita masing-masing lahir didunia ini dengan ciri-ciri bawaan kita sendiri. Setiap manusia itu unik. Pengalaman selama memimpin organisasi, mengajarkan buat diriku bahwa setiap manusia itu unik, sehingga pendekatan pun berbeda-beda tidak sam dengan yang lain. Untungnya- aku sudah pernah membaca buku Personality Plus-nya Florence Littaeur. (sebaiknya cah UKMJ membaca buku tersebut dan mengamalkannya). Dari situ saya melakukan pembenaran terhadap tipe-tipe karakter manusia dari ajaran buku itu. Sehingga saya pun tidak heran mengapa anggota ada yang tiba-tiba motivasinya menurun drastis padahal baru bebrapa waktu sebelumnya dia sangat antusias. Tidak heran dengan sikap anggota yang begitu dominant, sangat ingin menguasai, dan ide-nya lah yang paling benar, disamping itu juga saya menyaksikan watak anggota yang hanya sebagai follower (pengikut) yang setia dan patuh. Tidak heran bila dalam rapat, ada yang sangat tidak beta untuk duduk berjam-jam sementara ada yang sanagt serius dan detal dengan setiap topic yang dibahas. Lainnya cuman setuju dan setuju. Saya ingat dibuku Dale Carnegie, judulnya Bagaimana mendari kawan dan mempengaruhi orang lain. Bahwa salah satu kesuksesan para pemimpin, apakah itu pebisnis, partai politik, dan pemimpin lainnya adalah kepiawaian mereka dalam menangani manusia-manusia. Mmm..sungguh pengalaman yang sangat mengesankan dalam proses pembelajaran ku lebih lanjut.

Demikian sedikit berbagi pedapat. Mungkin tidak semua disetujui oleh teman-teman. Tapi itulah pendapat. Sangat menyenangkan bisamenuangkan dalam sebuah tulisan.

fabruary 2005