Perhatian pemerintah sekarang ini sangat besar dalam menumbuh kembangkan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan penciptaan wirausaha baru. Keberhasilan pengembangan UMKM akan berdampak laju pertumbuhan ekonomi dan peyerapan tenaga kerja.
Lihatlah berbagai instrument
kebijakan telah dibuat oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo seperti Paket
kebijakan Ekonomi X-XI yang berfokus pada perlindungan UMKM. Selain itu, RPJPN 2005-2025 (UU No. 17/2007), RJPMN
2015-2019 membahas tentang pengembangan daya saing UMKM. Belum lagi ditingkat
Kementerian selain Koperasi dan UMKM, memiliki program-program pengembangan
terhadap UMKM. BUMN (D) diminta oleh pemerintah untuk meracang program-program
CSR (Corporate Social Responsibility)
yang dapat membantu meningkatkan UMKM.
Patut untuk diapresiasi dan di sambut baik. Pelaku
UMKM di daerah harusnya memperoleh manfaat dalam pengembangan usahanya. Begitu banyak bantuan, skema dan program baik
berbentuk materi maupun non materi seperti pelatihan dan penyuluhan yang
bertujuan meningkatkan daya saing, dan pengembangan usaha UMKM kita.
Namun hal tersebut belum lah mampu
menjadi kan UMKM kita naik kelas dan bersaing dengan UMKM negara-negara tetangga.
Perlu upaya strategis dan berkelanjutan dalam menguatkan ekosistem
kewirausahaan bagi pelaku UMKM dan pelaku usaha baru (Start up).
Program kebijakan yang masih belum efektif
Perlu kajian yang intensif terhadap
efektivitas program-program pengembangan UMKM yang telah dijalankan selama ini.
Pengamatan penulis dilapangan menyimpulkan bahwa program-program tersebut
terkesan project base semata, tidak
memiliki berkelanjutan dan jangka panjang. Program pun di buat hanya
berdasarkan isu-isu “bombastis”, hanya karena menyesuaikan jargon-jargon
politis, tanpa melihat akar masalah sebenarnya. Selain itu juga antar satu
program pembinaan UMKM yang dilakukan antar dinas sering berulang dan tumpang
tindih.
Hal lain, seleksi pelaku UMKM atau
peserta yang mengikuti program atau memperoleh bantuan tidak jelas, menimbulkan
pertanyaan apakah sudah tepat sasaran atau tidak. Belum lagi jarangnya dilakukan
evaluasi oleh dinas terkait apakah program tersebut efektif dan bermanfaat bagi
pelaku UMKM dan wirausaha baru?
Salah satu program pengembangan
kewirausahaan dan UMKM yang dinilai sukses adalah inkubator bisnis. Sudah
banyak penelitian bahwa inkubator bisnis memiliki peran yang signifikan dalam
menumbuh kembangkan kewirausahaan baru dan penguatan pengembangan UMKM.
Inkubator
bisnis
Inkubator bisnis atau business incubator oleh Canadian Business Incubator memberikan definisi inkubasi sebagai konsep pemupukan
wirausaha berkualifikasi dalam ruang kerja yang dikelola oleh suatu
lembaga yang disebut inkubator. Inkubator adalah sebuah bangunan
fisik (gedung) yang diperuntukkan untuk mendukung bisnis berkualifikasi melalui
mentoring, pelatihan, jejaring profesi, dan bantuan mencarikan pendanaan sampai
mereka lulus dan dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang bersaing.
Beruntung pemerintah kita juga
sudah menyiapkan payung hukum tentang pelaksanaan Inkubator bisnis atau
kewirausahaan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2013 tentang
Pengembangan Inkubator Wirausaha. Terakhir
dibuat Peraturan Menteri Koperasi dan UKM nomor 24 tahun 2015 tentang
NSPK Inkubator wirausaha. Ini menjadi dasar bagi pemerintah, BUMN(D), Perguruan
Tinggi dan Swasta dalam mendesain program-program kewirausahaan.
Pelayanan
inkubator bisnis
Secata umum inkubator bisnis
memiliki fungsi 7 S yaitu Space, Shared, Service, Support, Skill development,
Seed capital, dan Sinergi. Secara ringkas kita bahas sebagai berikut;
(1) Space diartikan bahwa inkubator harus
menyediakan ruang kantor bersama bagi pelaku UMKM atau Startup, ini dikenal
sebagai co-working space.
(2) Pelayanan berikutnya harus
menyediakan fasilitas perkantoran yang dapat dipakai bersama, seperti ruang
rapat, koneksi internet, telepon, dan mesin foto copy, alat-alat kantor lainnya
ini dinamakan Shared.
(3) Service: penyediaan layanan meliputi
konsultasi bisnis & manajemen, masalah pemasaran, penjualan, aspek keuangan dan hukum serta informasi
bisnis terkini.
(4) Support: bentuknya bantuan dukungan penelitian dan
pengembangan usaha serta akses penggunaan teknologi bersama Universitas atau
lembaga penelitan sehingga produk yang dihasilkan memiliki inovasi dan
keunggulan.
(5) Skill Development meliputi pelatihan bisnis & manajemen, coaching bisnis ataupun mentoring.
(6) Seed Capital: penyediaan dana awal usaha
serta upaya memperoleh akses permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan, venture capital, ataupun angel
investor.
(7) Sinergy merupakan penciptaan
jaringan usaha baik antar usaha baik usaha lokal maupun internasional seperti pelaksanaan
business matching. Tujuannya agar
usaha yang sudah di inkubasi dapat menemukan mitra bisnis yang tepat, setelah
itu pelaku UMKM (start up) dapat dilepas dan lolos dari program inkubasi.
Sinergisitas
Pengembangan program kewirausahan
dan UMKM bagi pemerintah daerah sebaiknya mengadopsi pola model pengembangan
inkubator bisnis. Sinergitas antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Industri
(korporasi) menjadi penting dalam menumbuh kembangkan kewirausahaan dan
pengembangan UMKM.
Penting pula dalam mendesain suatu kebijakan strategi
pembangunan ekonomi yang mana inkubator bisnis menjadi alat untuk mengembangkan ekonomi daerah dan pengembangan
usaha baru. Ini sudah dibuktikan dibeberapa negara maju bahwa pertumbuhan
inkubator bisnis menjadi salah satu faktor terhadap dua hal tersebut.
Tantangannya adalah mencari SDM
(Sumber Daya Manusia) yang pengalaman dalam mengelola inkubator bisnis dan tata
kelola inkubator. Inkubator bisnis yang efektif yakni mampu mengelola dirinya
sendiri, mengandalkan pemasukan dari tenant, jasa-jasa yang diberikan, dan
kemampuan memperoleh dana hibah atau CSR yang telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
A.M.Nur Bau Massepe
Dosen Pemasaran Fakultas Ekonomi
& Bisnis Universitas Hasanuddin
Dimuat di Harian Fajar edisi 17 Januari 2018