Sabtu, Januari 04, 2020

Matinya Sebuah Brand



Pemerintah  baru saja telah menerbitkan  Perpres No 63 Tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia, dalam pasal 35 tertera : Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama merek dagang yang berupa kata atau gabungan kata yang dimiliki oleh warga negara indonesia atau badan hukum Indonesia. 

Perpres ini juga mengatur penamaan geografis, bagunan, termasuk penamanaan hotel, tempat usaha, merek dagang, lembaga usaha, dan fasilitas umum. Bila aturan ini konsisten di terapkan maka para pengusaha wajib mengubah merek dagang yang berbahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia, dan nama bahasa daerah pun demikian. Pengecualian bagi merek dagang berbahasa asing yang merupakan lisensi dari luar negeri, dan bahasa daerah yang memiliki nilai-nilai sejarah, budaya dan adat istiadat.  

Dalam perspektif ilmu pemasaran peraturan tersebut menimbulkan pro dan kotra bagi pelaku bisnis. Tulisan ini akan mengulas pentingnya Brand bagi keberlanjutan sebuah usaha dalam jangka panjang dan kritikan terhadap kebijakan pemerintah terhadap implementasi dari perpres no 63 tahun 2019.
Coba bayangkan merek-merek besar ini yang terlanjur menggunakan bahasa Inggris atau bukan bahasa Indonesia. Seperti Taksi Blue Bird, bila di Indonesiakan akan berubah menjadi Taksi Burung biru. Merek Penerbangan ada Citi-Link, akan di Indonesiakan menjadi Penerbangan kota hubung. Minuman kita kenal NU Green Tea, akan berubah jadi Nu Teh Hijau.

Tidak hanya merek dagang perusahaan besar, untuk perusahaan sekelas UKM (Usaha Kecil Menengah) pun akan terkena imbasnya, di Kota Makassar kita mengenal Chocolicius salah satu toko penjual kue dan cokelat, Bakso Mas Chingkrank, Blacklave, Bolu ta, Kacang Disco, Banana Banz dan masih banyak lainnya.  Bila betul betul kebijakan ini diterapkan para pelaku UKM harus mengganti merek dagang mereka menjadi bahasa Indonesia, bukan lagi bahasa asing, atau bahasa daerah dengan mengikuti kaidah kata berbahasa Indonesia yang baik dan benar. 

Makna sebuah Brand
Merek dalam kajian bidang ilmu marketing memiliki dua fungsi bagi produsen dan konsumen. Bagi Produsen, merek memiliki peran penting sebagai strategi perusahaan untuk mendefenisikan indentitas produk/jasanya. Merek akan menjadi tanda jaminan kualitas, menciptakan asosiasi dibenak pelanggan, sarana untuk membangun diferensiasi dan keunggulan kompetitif dengan pesaing. Manfaat lainnya sebagai proteksi hukum dan menjadi sumber finansial atau intangible  asset (aset tak berwujud) perusahaan.

Bagi Konsumen, merek merupakan sarana bagi mereka untuk membendakan produk satu yang lainnya, perwujudan indentitas diri mereka, penanda akan kualitas suatu produk, mengurangi resiko mereka baik terhadap hal waktu dan kualitas, dengan merek mereka lebih cepat mengambil keputusan untuk membeli suatu barang yang dianggap bagus.
Merek didefenisikan oleh American Marketing Association (AMA) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, dan kombinasi diantaranya. Itu dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari suatu produsen lainnya, dan membedakan barangnya dengan pesaing.

Munculnya resiko dan kendala usaha
Resiko dan kendala apa yang bisa terjadi bagi perusahaan bila pemerintah serius menerapkan kebijakan Perpres no 63 tahun 2019 diatas? Pertama; Biaya Promosi akan bertambah. Perusahaan akan mengeluarkan lagi biaya promosi yang besar untuk mensosialisasikan ulang merek barunya. Ini dilakukan untuk memperkenalkan ulang merek mereka di benak pelanggan. 

Kedua; Kehilangan basis konsumen. Karena dalam ilmu marketing membangun merek bukan saja sekedar  membangun logo dan tanda. Tetapi terkait membangun hubungan emosional dengan pelanggan mereka. Perusahaan akan kehilangan konsumen karena merasa merek mereka tidak memiliki lagi makna, karena nama dan logonya telah berubah. Tidak ada jaminan konsumen akan tetap loyal, walaupun mereka tahu kalau nama merek perusahaan itu berubah. 

Ketiga; kehilangan nilai perusahaan. Salah satu asset penting perusahaan adalah intangible  asset, seperti hak paten, budaya perusahaan dan Merek. Merek merupakan intangble aset yang mahal harganya. Perusahaan bisa saja mengalami musibah pabrik terbakar, namun itu bisa langsung di gantikan dengan membangun baru, tetapi kalau merek yang “hilang” karena diminta pemerintah untuk mengubahnya, tidak seperti membangun pabrik. Perusahaan butuh biaya dan upaya besar dan puluhan tahun untuk membesarkan merek baru itu, bukan pekerjaan mudah dan murah. Resikonya perusahaan akan kehilangan pelanggan, tentu akan berdampak pada penjualan, dan potensi kebangkrutan. 

Kebijakan kontra produktif.
Kita harus berbaik sangka kepada Pemerintah terhadap upaya membangun dan memperkuat bahasa Indonesia kita. Terpenting dipikirkan juga bagaimana sebuah kebijakan yang tidak saling kontra produktif dengan kebijakan lainnya. Hal yang paling berdampak adalah kebijakan pemerintah dalam mendorong produk-produk lokal untuk ekspor. Tentu bila penerapan strategi pemasaran internasional yang efektif adalah penggunaan bahasa asing, dengan tujuan agar merek yang berasosiasi kata asing itu akan lebih mudah diterima oleh konsumen luar negeri. 

Hal lain bahwa pemerintah harus mendorong daya saing perusahaan-perusahaan lokal dan nasional. Bagaimana perusahaan lokal mampu bersaing bila mereka harus kembali berjibaku mengurus merek, mulai dari awal lagi membangun merek mereka kepada konsumen. Pengusaha harus mengeluarkan kembali biaya-biaya yang seharus bisa digunakan untuk berinvestasi usaha baru atau pengembangan produk baru.  

Akhir tulisan ini ingin menegaskan bahwa perlu petunjuk teknis lebih lanjut terkait perpres ini dan memberikan beberapa pengeculian untuk hal hal tertentu terhadap merek-merek yang sudah ada demi mempertahankan daya saing perusahaan lokal dan mempermudah produk dalam negeri dapat memasuki pemasaran global dalam hal manajemen merek.

Penulis
Vice President Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Makassar

Pernah dimuat di Harian Fajar rubrik opini,  15 November 2019

Sabtu, Desember 28, 2019

Profil Andi Nur Baumassepe





ANDI NUR BAUMASSEPE Adalah Seorang Konsultan Bisnis, Business Coach dan Dosen serta Peneliti yang lahir di Kota Makassar tahun 1978.

Sebagai seorang konsultan bisnis yang mengkhusus kan diri pada UMKM (Usaha Mikro dan Kecil Menengah) sejak tahun 2014. Dia juga adalah Dosen tetap pada Universitas Hasanuddin di Kota Makassar sejak tahun 2009 sampai sekarang dengan bidang keilmuan Pemasaran dan Penjualan, Kewirausahaan dan Inovasi, Manajemen Strategi dan Business Model.

Menyelesaikan pendidikan doktor (S3) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin pada tahun 2013 untuk bidang ilmu manajemen, sedangkan S-2 pada Magister of Management pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2002-2004 untuk konsentrasi E-Business. dan Sarjana Muda (S1) pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta tahun 2002.

Aktif berogranisasi sejak kuliah, saat ini menjadi pengurus Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Sulsel sejak tahun 2007, kini menjadi Vice President of Small Medium Enterprise (SME) IMA chapter Makassar untuk periode 2015-2019 dan Executive Vice President 20012-2015. Selain itu terlibat aktif pada organisasi pelayanan kemanusiaan di Rotary International khususnya distirct 3420 Indonesia dan menjadi president club of Angging Mammiri 2016-2017 dan 2019-2020. Menjadi member pada ICSB (International Council of Small Business) chapter Indonesia sejak 2017 sampai sekarang.

Latar belakang professional yang luas dibidang manajemen dan pemasaran telah dijalani sejak tahun 2000 bermula di Kota Yogyakarta kemudian memutuskan berkarir di Jakarta sampai tahun 2006 dengan bergabung di bidang asuransi, property, perbankan, network marketing dan online marketing. Pernah bergabung di perusahaan PT.Agrakom (detik.com) pada kanal detik.kampus. ERA Master (Property Agen) tahun 2003-2005, dan HSBC (The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited) Jakarta (cabang Ratu Plaza ditahun 2005-2006).

Pada tahun 2016- 2018 membuat acara talkshow bisnis dan UKM dengan nama START UP Ta pada Fajar TV dan Fajar FM 89.03 setiap minggu sebagai host acara. Aktif menjadi Penulis tentang Bisnis dan Manajemen pada Kolom Opini Harian Fajar, Harian Ujung Pandang Ekpress dan Majalah Nasional Marketeers.

Pembicara publik dan fasilitator Bisnis-Manejemen (Business Model Canvas) pada dinas koperasi dan UMKM kota Makasar, Dinas Pemuda dan Olahraga, dan Dinas Komunikasi dan Informasi di Kota Makassar, PLUT KUMKM Kalimantan Utara, Dinas Perdagangan Perindustrian  Provinsi  Sulawesi Selatan dan Barat.

Dibidang pengembangan Kewirausahaan dan UMKM pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Inkubator Bisnis pada Unit Pengembangan Kewirausahaan Bisnis (UPKB) Universitas Hasanuddin 2016-2018.  Saat ini sebagai Kepala divisi Pelatihan dan Inkubasi pada Centre Of Microfinance BRI-Unhas tahun 2018 sampai sekarang. Staff ahli inkubator bisnis IBTIE Binaan Dinas Perindustrian Provinsi Sulawesi Selatan yang bertujuan mengembangan Start up di Kota Makassar.

Dia menjabat sebagai Dewan TSLP (Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan) atau dikenal dengan Dewan CSR Pemerintah Kota Makassar periode 2019-2020. Dan Staf ahli Bappeda Kota Makassar bidang Ekonomi dan Sumber daya.

Sebagai peneliti pada LP2M (Lembaga Peneliti dan Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin dalam kajian UMKM, Kewirausahaan, dan Pemasaran baik yang sifatnya skala lokal dan nasional. 

Rabu, Oktober 02, 2019

About Andi Nur Baumassepe



ANDI NUR BAUMASSEPE is a Business Consultant, a Business Coach, and a Lecturer as well as a Researcher who was born in Makassar in 1978.

As a business consultant specializing in UMKM (Micro and Small and Medium Enterprises, or MSMEs) since 2014, he is also a permanent Lecturer at Universitas Hasanuddin (Hasanuddin University) in Makassar City since 2009 until now, in the fields of science in Marketing and Sales, Entrepreneurship and Innovation, Strategy Management and Business Model.

He completed his S3 (doctoral education/program) at the Faculty of Economics and Business, Universitas Hasanuddin, in 2013, in the field of management; while his S2 (Master Degree) was at Master of Management at Universitas Gadjah Mada (Gadjah Mada University) Yogyakarta in 2002 – 2004, for the concentration of e-Business; and his S1 (Bachelor Degree) was at STIE YKPN (School of Economics of Yayasan Keluarga Pahlawan Nasional) Yogyakarta, in 2002.

He actively participates in organizations since college. He is currently the board organizer of the Indonesian Marketing Association (IMA), Chapter of South Sulawesi, since 2007. He is now the Vice President of the IMA, Chapter of Makassar, for the period of 2015 – 2019, and he was the Executive Vice President from 2012 to 2015. In addition, he was actively involved in a humanitarian service organization in the Rotary International, especially in the District 3420, Indonesia, and became the president of the club of Angging Mammiri, 2016 – 2017 and 2019 – 2020. He has been a member of the ICSB (International Council of Small Business), Chapter of Indonesia, since 2017 until now.

His extensive professional background in management and marketing has been underway since 2000, started in Yogyakarta City, and then decided building his career in Jakarta until 2006 by joining agencies of insurance, property, banking, network marketing, and online marketing. He once joined the company PT. Agrakom (detik.com) on the detik.kampus channel, ERA Master (Property Agent) in 2004 – 2005, and HSBC (The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited) in Jakarta (branch of Ratu Plaza, in 2005 – 2006).

In 2016-2018, he held a talk show television program about business and SME entitled START-UP Ta on Fajar TV and Fajar FM 89.03, every week, as the host of the event. He is an active writer about business and management on the Opinion Column of the Harian Fajar, Harian Ujung Pandang Ekspres, and the Majalah Nasional Marketeers (Marketeers National Magazine).

He is a public speaker and facilitator of Business & Management at the Department of Cooperative and MSME in Makassar, the Department of Youth and Sports, and the Department of Communication and Information in Makassar City, the PLUT KUMKM (Integrated Business Service Centre, and Cooperative and MSMEs) in North Kalimantan, and Department of Trade and Industry in South and West Sulawesi Provinces.

In the field of Entrepreneurship development and MSME, he once served as the Head of the Business Incubator Division at the UPKB (Business Entrepreneurship Development Unit) of Unversitas Hasanuddin in 2016 – 2018. He is currently the Head of Training and Incubation Division at Center of Microfinance of BRI -Universitas Hasanuddin in 2018 until now. He is an Expert Staff of the IBTIE business incubator under the guidance by the Department of Industry of South Sulawesi Province, aiming at developing a start-up in Makassar City.

He serves as the TSLP (Corporate Environmental Social Responsibility) Board or known as the Makassar City Government CSR (Corporate Social Responsibility) Board for the period of 2019 – 2020, And the expert staff of the Regional Development Planning Agency of Makassar City in the field of Economics and Resources.

He is a researcher at LP2M (Research and Community Service Institute) of Universitas Hasanuddin in the study of MSME, Entrepreneurship, and Marketing, both local and national scale.