Minggu, Juli 06, 2014

Memenangkan pilpres dengan mindshare


Akhirnya kita berada diujung hari sebelum memasuki pemilhan umum president yang akan berlangsung pada tanggal 9 Juli. Kegiatan kampanye telah menyita waktu dan energi berakhir sudah. Para tim sukses dan relawan dari kedua kubu telah bekerja keras semaksimal dan secerdas mungkin agar calon yang mereka dukung dapat dipilih oleh masyarakat dan keluar sebagai president dan wakil presiden ke 7 (tujuh) negara kita. Para relawan ini telah menjadi agen marketer “dadakan” agar Capres dan Cawapres mereka terpilih dan menjadi pemenang dalam suatu “pasar” yang kita namai sebagai pemilu.
Hanya ada dua produk atau kandidat yang akan dipilih oleh konsumen Indonesia pada pemilu kali ini. Mereka adalah nomor urut satu Prabowo-Hatta dan nomor urut dua Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kedua kandidat merupakan putra terbaik bangsa yang diyakini dapat memajukan Indonesia lebih baik. Mereka adalah pilihan dari partai politik yang ada untuk ditawarkan kepada rakyat Indonesia untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa ilmu pemasaran telah banyak diadposi dalam praktek perpolitikan di tanah air. Ini telah berlangsung kurang lebih 10 tahun lalu tatkala negara kita mulai mengenal pemilihan langsung. Perpaduan ilmu marketing dan ilmu politik melahirkan bidang pengetahuan baru namanya marketing politik.  Intinya sebenarnya adalah menerapkan konsep-konsep pemasaran dalam ranah politik.
Al-ries dalam bukunya Positioning: The Battle for Your Mind terbit pada tahun 2000. Salah satu dari hukum tentang pemasaran yang diadopsi dalam praktek perpolitikan adalah bagaimana memenangkan pasar dengan mengubah persepsi konsumen atau pemilih.
Al Ries, mengatakan bahwa pertempuran pemasaran pada intinya adalah di benak (mind) konsumen dengan mempengaruhi persepsi mereka, bukan pada produknya. “Marketing is not a battle of products, it’s a battle of perception”.
Konsumen akan memilih produk kita bila konsumen telah memiliki persepsi dan keyakinan (belief) positif akan produk tersebut dibenak mereka masing-masing. Dengan strategi positioning yang tepat, bahwa produk ini adalah yang terbaik. Didukung dengan program komunikasi pemsaran yang efektif. Walaupun nantinya banyak pilihan produk yang dijumpai konsumen pada rak-rak minimarket, ataupun di gerai-gerai, mereka tidak akan berpaling ke produk pilihannya.
Sejatinya para tim sukses dan relawan kedua pasangan hendaknya telah lebih dahulu mempengaruhi benak pemilih terhadap kandidat jauh hari sebelum pemilu itu berlangsung. Setiap pemilih (masyarakat) seharusnya telah memiliki pilihan capres dan Cawapres sebelum berangkat ke TPU (Tempat Pemilihan Umum) dan melakukan pilihan di kotak suara. Walaupun nantinya pemilu masih mendapatkan serangan fajar atau bentuk politik uang lainnya menjelang pemilihan berlangsung. Bilai tugas ini sukses dilakukan oleh tim sukses dan relawan maka dapat dikatakan aktifitas kampanyer mereka berhasil.
Melansir riset yang dilakukan oleh lembaga riset PolMark Indonesia ( 7 juli 2014) bahwa sejauh mana politik uang bagi masyarakat Indonesia mempengaruhi pilihan mereka akan kandidat presiden. Hasilnya bahwa sebanyak 42,5% pemilih menolak pemberian uang dari kadidat. Lalu 40,6% pemilih mengaku akan menerima uang dari kandidat, tetapi tidak akan memilih yang memberi. Hanya 8,7% pemilih yang mengaku akan menerima uang kandidat dan memilih sang pemberi.  Penelitian ini menyimpulkan bahwa rakyat telah dewasa dalam berpolitik. Untuk kasus pemelihan presiden tidak bisa lagi dipengaruhi dengan hanya politik uang.
Adanya aktifitas black-campaign dari masing-masing kubu dapat kita pahami sebagai salah satu usaha mengubah persepsi dan pikiran (mind) masyarakat agar memiliki penilaian negatif terhadap calon capres-cawapres tertentu. Namun sangat disayangkan cara-cara yang dilakukan sudah diluar nilai-nilai etis dan tidak terpuji.
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan para tim sukses merebut mind share para pemilih di tanah air, bisa kita lihat berdasarkan survey-survey yang dilakukan beberapa lembaga riset. Walaupun banyak yang tidak mempercayai, dan terlepas dari kepentingan dari lembaga riset tersebut, namun tidak bisa dipungkiri bahwa survey tersebut dapat dijadikan baromoter terhadap kondisi perpolitikan saat ini.
Berdasarkan dari hasil riset kecil-kecilan dan kurang ilmiah ini,  saya menggunakan penelusuran mesin pencari situs google dan berita yang diliris media nasional baik offline dan on-line, saya tetapkan ada sepuluh lembaga survei yang kerap mempublikasikan survei Pilpres, dan mengambil survey dua bulan terakhir dari mereka. Dua bulan terakhir dipilih karena merupakan masa kampanye dan tidak lagi menggunakan survey popularitas sebagaimana sebelum. Kemudian, kita pilih lembaga survey yang melakukan riset dengan skala nasional dan kredibilitasnya masih dapat kita percaya. Selain itu kita melihat juga sejauh mana metode penelitian dan survey yang mereka gunakan yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Hasilnya dirangkum sebagai berikut;  Pertama; dari PollMark Indonesia (7/7), Hasil dari riset tersebut mengatakan bahwa 44,6 % pemilih nomor urut dua (2) Jokowi dan JK, dan sebanyak 41 % kepada nomor urut satu (1) pasangan Prabowo Hatta sisanya 14.4 % masih mengambang. Kedua; Publikasi survei SSSG atau Soegeng Sarjadi School of Government (5/6) merilis hasil yang mana Prabowo-Hatta memperoleh 28,35% sedangkan Jokowi-JK sebesar 42,65% dan suara mengambang 29%.  Ketiga; hasil survei Populi Center yang dipublikasikan pada (4/6) menyebutkan Prabowo-Hatta mengumpulkan 36,9% sedangkan Jokowi-JK sebesar 47,5% dan suara yang masih mengambang 14,4%. Ke-empat: Hasil survei ARC (Alvara Research Center) terpublikasi (5/6) menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 29% dan Jokowi-JK mendapatkan 38,8% serta suara mengambang 32,3%. Ke-lima. Lembaga survei PDB (Pusat Data Bersatu) menyebutkan (14/6) Prabowo-Hatta mendapatkan 31,8% dan Jokowi-JK mendapatkan 29,9% sedangkan suara mengambang 17,2% dan suara yang masih rahasia sebesar 19,4%. Ke-enam; Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 38,7% dan Jokowi-JK mendapatkan 45% serta suara mengambangg 14,4% (15/6).
Ketujuh; Cyrus Network menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 41,1% sedangkan Jokowi-JK mendapatkan 53,6% dan suara mengambang 5% (10/6). Ke-delapan: Hasil survei Lembaga Survei Nasional atau LSN (12/6) menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 46,6% dan Jokowi-JK mendapatkan 38,8% sedangkan suara mengambang 14,9%. Kesembilan; Survei Pol Tracking Institute menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 41,1% dan Jokowi-JK mendapatkan 48,05%, sedangkan suara mengambang 10,4% (15.6). Kesepuluh;  survei Indo Barometer menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 36,5% dan Jokowi-JK mendapatkan 49,9%, suara mengambang 11% dan suara yang masih rahasia sebesar 1,5% (17/6).
Dengan demikian dari sepuluh lembaga survei itu hanya LSN (lembaga Surevi Nasional) dan PDB (Pusat Data bersatu)menempatkan Prabowo-Hatta sebagai pemenang, sedangkan delapan lembaga survei lainnya menempatkan Jokowi-JK tetap teratas.
Dari hasil survey ini membuktikan kesuksesan tim sukses dan relawan pasangan nomor urut 2 (dua) berhasil memenangkan mind share dalam pasar politik di Indonesia dengan kerja-kerja kampanye mereka selama ini. Lembaga survey manakah yang benar? Apakah masih dapat berubah? Kita tunggu hasilnya beberapa hari kemudian.
Akhirnya kita berada diujung hari sebelum memasuki pemilhan umum president yang akan berlangsung pada tanggal 9 Juli. Kegiatan kampanye telah menyita waktu dan energi berakhir sudah. Para tim sukses dan relawan dari kedua kubu telah bekerja keras semaksimal dan secerdas mungkin agar calon yang mereka dukung dapat dipilih oleh masyarakat dan keluar sebagai president dan wakil presiden ke 7 (tujuh) negara kita. Para relawan ini telah menjadi agen marketer “dadakan” agar Capres dan Cawapres mereka terpilih dan menjadi pemenang dalam suatu “pasar” yang kita namai sebagai pemilu.
Hanya ada dua produk atau kandidat yang akan dipilih oleh konsumen Indonesia pada pemilu kali ini. Mereka adalah nomor urut satu Prabowo-Hatta dan nomor urut dua Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kedua kandidat merupakan putra terbaik bangsa yang diyakini dapat memajukan Indonesia lebih baik. Mereka adalah pilihan dari partai politik yang ada untuk ditawarkan kepada rakyat Indonesia untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa ilmu pemasaran telah banyak diadposi dalam praktek perpolitikan di tanah air. Ini telah berlangsung kurang lebih 10 tahun lalu tatkala negara kita mulai mengenal pemilihan langsung. Perpaduan ilmu marketing dan ilmu politik melahirkan bidang pengetahuan baru namanya marketing politik.  Intinya sebenarnya adalah menerapkan konsep-konsep pemasaran dalam ranah politik.
Al-ries dalam bukunya Positioning: The Battle for Your Mind terbit pada tahun 2000. Salah satu dari hukum tentang pemasaran yang diadopsi dalam praktek perpolitikan adalah bagaimana memenangkan pasar dengan mengubah persepsi konsumen atau pemilih.
Al Ries, mengatakan bahwa pertempuran pemasaran pada intinya adalah di benak (mind) konsumen dengan mempengaruhi persepsi mereka, bukan pada produknya. “Marketing is not a battle of products, it’s a battle of perception”.
Konsumen akan memilih produk kita bila konsumen telah memiliki persepsi dan keyakinan (belief) positif akan produk tersebut dibenak mereka masing-masing. Dengan strategi positioning yang tepat, bahwa produk ini adalah yang terbaik. Didukung dengan program komunikasi pemsaran yang efektif. Walaupun nantinya banyak pilihan produk yang dijumpai konsumen pada rak-rak minimarket, ataupun di gerai-gerai, mereka tidak akan berpaling ke produk pilihannya.
Sejatinya para tim sukses dan relawan kedua pasangan hendaknya telah lebih dahulu mempengaruhi benak pemilih terhadap kandidat jauh hari sebelum pemilu itu berlangsung. Setiap pemilih (masyarakat) seharusnya telah memiliki pilihan capres dan Cawapres sebelum berangkat ke TPU (Tempat Pemilihan Umum) dan melakukan pilihan di kotak suara. Walaupun nantinya pemilu masih mendapatkan serangan fajar atau bentuk politik uang lainnya menjelang pemilihan berlangsung. Bilai tugas ini sukses dilakukan oleh tim sukses dan relawan maka dapat dikatakan aktifitas kampanyer mereka berhasil.
Melansir riset yang dilakukan oleh lembaga riset PolMark Indonesia ( 7 juli 2014) bahwa sejauh mana politik uang bagi masyarakat Indonesia mempengaruhi pilihan mereka akan kandidat presiden. Hasilnya bahwa sebanyak 42,5% pemilih menolak pemberian uang dari kadidat. Lalu 40,6% pemilih mengaku akan menerima uang dari kandidat, tetapi tidak akan memilih yang memberi. Hanya 8,7% pemilih yang mengaku akan menerima uang kandidat dan memilih sang pemberi.  Penelitian ini menyimpulkan bahwa rakyat telah dewasa dalam berpolitik. Untuk kasus pemelihan presiden tidak bisa lagi dipengaruhi dengan hanya politik uang.
Adanya aktifitas black-campaign dari masing-masing kubu dapat kita pahami sebagai salah satu usaha mengubah persepsi dan pikiran (mind) masyarakat agar memiliki penilaian negatif terhadap calon capres-cawapres tertentu. Namun sangat disayangkan cara-cara yang dilakukan sudah diluar nilai-nilai etis dan tidak terpuji.
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan para tim sukses merebut mind share para pemilih di tanah air, bisa kita lihat berdasarkan survey-survey yang dilakukan beberapa lembaga riset. Walaupun banyak yang tidak mempercayai, dan terlepas dari kepentingan dari lembaga riset tersebut, namun tidak bisa dipungkiri bahwa survey tersebut dapat dijadikan baromoter terhadap kondisi perpolitikan saat ini.
Berdasarkan dari hasil riset kecil-kecilan dan kurang ilmiah ini,  saya menggunakan penelusuran mesin pencari situs google dan berita yang diliris media nasional baik offline dan on-line, saya tetapkan ada sepuluh lembaga survei yang kerap mempublikasikan survei Pilpres, dan mengambil survey dua bulan terakhir dari mereka. Dua bulan terakhir dipilih karena merupakan masa kampanye dan tidak lagi menggunakan survey popularitas sebagaimana sebelum. Kemudian, kita pilih lembaga survey yang melakukan riset dengan skala nasional dan kredibilitasnya masih dapat kita percaya. Selain itu kita melihat juga sejauh mana metode penelitian dan survey yang mereka gunakan yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Hasilnya dirangkum sebagai berikut;  Pertama; dari PollMark Indonesia (7/7), Hasil dari riset tersebut mengatakan bahwa 44,6 % pemilih nomor urut dua (2) Jokowi dan JK, dan sebanyak 41 % kepada nomor urut satu (1) pasangan Prabowo Hatta sisanya 14.4 % masih mengambang. Kedua; Publikasi survei SSSG atau Soegeng Sarjadi School of Government (5/6) merilis hasil yang mana Prabowo-Hatta memperoleh 28,35% sedangkan Jokowi-JK sebesar 42,65% dan suara mengambang 29%.  Ketiga; hasil survei Populi Center yang dipublikasikan pada (4/6) menyebutkan Prabowo-Hatta mengumpulkan 36,9% sedangkan Jokowi-JK sebesar 47,5% dan suara yang masih mengambang 14,4%. Ke-empat: Hasil survei ARC (Alvara Research Center) terpublikasi (5/6) menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 29% dan Jokowi-JK mendapatkan 38,8% serta suara mengambang 32,3%. Ke-lima. Lembaga survei PDB (Pusat Data Bersatu) menyebutkan (14/6) Prabowo-Hatta mendapatkan 31,8% dan Jokowi-JK mendapatkan 29,9% sedangkan suara mengambang 17,2% dan suara yang masih rahasia sebesar 19,4%. Ke-enam; Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 38,7% dan Jokowi-JK mendapatkan 45% serta suara mengambangg 14,4% (15/6).
Ketujuh; Cyrus Network menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 41,1% sedangkan Jokowi-JK mendapatkan 53,6% dan suara mengambang 5% (10/6). Ke-delapan: Hasil survei Lembaga Survei Nasional atau LSN (12/6) menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 46,6% dan Jokowi-JK mendapatkan 38,8% sedangkan suara mengambang 14,9%. Kesembilan; Survei Pol Tracking Institute menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 41,1% dan Jokowi-JK mendapatkan 48,05%, sedangkan suara mengambang 10,4% (15.6). Kesepuluh;  survei Indo Barometer menyebutkan Prabowo-Hatta mendapatkan 36,5% dan Jokowi-JK mendapatkan 49,9%, suara mengambang 11% dan suara yang masih rahasia sebesar 1,5% (17/6).
Dengan demikian dari sepuluh lembaga survei itu hanya LSN (lembaga Surevi Nasional) dan PDB (Pusat Data bersatu)menempatkan Prabowo-Hatta sebagai pemenang, sedangkan delapan lembaga survei lainnya menempatkan Jokowi-JK tetap teratas.
Dari hasil survey ini membuktikan kesuksesan tim sukses dan relawan pasangan nomor urut 2 (dua) berhasil memenangkan mind share dalam pasar politik di Indonesia dengan kerja-kerja kampanye mereka selama ini. Lembaga survey manakah yang benar? Apakah masih dapat berubah? Kita tunggu hasilnya beberapa hari kemudian.
Penulis:
A.M.Nur Bau Massepe
Dosen Tetap Fakultas Ekonomi & Bisnis