Rabu, Oktober 17, 2007

minal aidin walfaidzin

Jumat, Agustus 17, 2007

Broker juga MANUSIA !

Membaca kata broker,apa persepsi yang muncul dipikiran kita? Persepsi kita bisa berarti orang yang suka minta komisi, ada unsur percaloan, atau malah perspektif yang negatif seperti masalah menjandi panjang. Broker sendiri berarti pedagang perantara. Mungkin takala zaman belum seperti sekarang, seorang produsen yang menciptakan suatu produk disebabkan memiliki keterbatasaan waktu dan tenaga untuk menjual dan memasarkan produknya, kemudian menggunakan jasa broker dengan imbalam komisi bagi yang mampu membawa pembeli.


Broker bertindak sebagai pedagang perantara, berfungsi mempertemukan penjual dan pembeli sehingga mempercepat dan membantu kelancaran proses negoisiasi. Hasil akhir adalah memperoleh komisi dari jasa layanan mereka. Broker menjual informasi tentang apa yang dibutuhkan pembeli, dan mencari pemasok-pemasok mana yang menyediakan barang kebutuhan tersebut.


Dunia per-broker-an tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari kita. Dalam hal percintaan terkadang muncul juga broker yang kita kenal dengan istilah mak comblang. Tugasnya sebagai katalisator, dalam ilmu kimia, katalisator diperlukan bila ingin melarutkan dua zat yang sulit menyatu tapi dengan adanya katalisator maka zat tersebut akhirnya dapat menyatu.


Mak comblang juga ini berfungsi sama seperti itu. Dialah yang aktif berperan untuk bagaimana dua orang yang sedang jatuh cinta ini agar dapat bersatu. Dan bila jadian etika-nya sih ada komisi, biasanya bentuk traktir makan sebagai rasa syukur.


Dibidang property, seorang broker memiliki peran untuk menegosiasikan penjualan property antara penjual dan pembeli dengan imbalan komisi tertentu. Sebagai broker professional mereka harus bertindak bagi kepentingan penjual dan pembeli dan buka untuk dirinya sendiri, selain itu juga harus bisa menjadi problem solver, mencari solusi bila ada ketidak sesuaian antara penjual dan pembeli dengan pendekatan win-win solution.

Semenjak saya “terdampar” di ERA, agen broker property banyak hal yang mengubah pandangan saya tentang broker. Sepertinya tugasnya mudah, cukup menghubungkan antara pemilik property dan calon buyer, tapi ternyata tidaklah demikian. Dalam dunia ini justru dikenal “pulungan” (bahasa Jawa), atau jodoh-jodohan . Bila sesama marketing associate tidak jadi closing (transaksi), antara pembeli dan penjual tidak terjadi kecocokan dan tidak terjadi transaksi, kata-kata yang sering muncul pun adalah…”yah sudalah mungkin belum jodoh!” Lemas lagi…..!


Kali ini saya menulis bagaimana proses bisnis menjadi pebisnis broker. Tulisan ini masih kurang detail tapi saya mencoba garis besarnya saja. (Catatan: untuk istilah property itu dapat berarti rumah, tanah, bangunan komersial seperti rumah toko, ataupun gudang, bisa juga apartemen).


Usaha bisnis broker property sebenarnya tidak perlu banyak modal. Kecuali kita membeli waralaba atau franchise seperti ERA, Century 21, RayWhite, Coldwell Banker, dan lain sebagainya. Itu bisa kisaran 150 juta sampai 350 juta. Belum lagi kita harus menyiapkan budget untuk mencari ruang usaha sebagai kantor, 1 orang yang bertindak sebagai member broker atau managing director, 2 orang pegawai administrasi, 1 orang driver. Gaji mereka disesuaikan dengan UMR setempat, trus ada biaya overhead, seperti listrik, biaya telepon (line telepon minimal dua line). Kantor tidak perlu membayar marketing, karena mereka sifatnya menerima komisi saja.


Secara sederhana untuk usaha broker property bila TANPA system waralaba bisa dimulai dengan tim kecil saja. Modal utamanya tentu informasi, yakni mencari informasi property yang akan dijual atau mencarikan property bila kita mendapatkan seorang calon pembeli yang serius dan kemudian mengajaknya bertemu untuk deal harga.

Bagi hasil umum yang berlaku ada komisi berkisar 1 sampai 5%. Developer yakni yang membangun property biasanya berbentuk perumahan umumnya memberikan komisi antara 1-2% bagi broker tradisonal (BT) bila kita membawa buyer dan buyer tersebut membeli rumah developer itu.


BT adalah à orang yang menekuni profesi broker tanpa institusi tertentu seperti ERA,

Di ERA sendiri saya jelaskan untuk harga jual s/d 1 milyar komisinya 3%, 1 M s/d 3M komisi 2,5% diatas 3 Milyar komisi 2% sementara untuk komisi sewa (rumah, ruko atau tanah) sama rata dikenaikan 5%. Kalau kita sebagai marketing associate, itu pun ada bagi hasil sendiri dengan kantor ERA. Komisi 3% itu akan dibagi lagi dengan bagi hasil tertentu dengan sekian persen kantor ERA diwilayah jogja misalnya, kemudian royalty yang harus dibayar bagi pemegang waralaba, dan komisi antara marketing yang berhasil men-selling (menjual) dan me-listing rumah serta ada penghasilan dikenakan pajak.


Prospek mencari listing (maksudnya mencari pemilik yang sedang/ingin menjual atau menyewa property dan mempercayakan kita untuk memasarkannya), bisa kita dapatkan melalui kawan, kerabat, iklan baris disurat kabar, atau lagi jalan-jalan dan menemukan tanda didepan rumah pemilik. Semuanya itu bisa kita prospek agar bersedia diajak kerja sama dengan kita. Bila kita mendapatkan pembeli kita tawarkan mau tidak sang pemilik memberi komisi kepada kita, atau bekerja sama untuk deal harga, atau sistemnya jual harga dengan cara pemilik mententukan harga terserah kita mau menjual dengan harga berapa. Selisihnya itu menjadi milik kita.


Kegiatan untuk mencari pembeli bisa dilakukan dengan meng-iklan-kan property sang pemilik tadi, memang akhirnya kita harus mengeluarkan biaya. Dengan beriklan dari situ lah kita merespon calon pembeli yang betul-betul serius mau membeli rumah tersebut.


Nah bila ada respon iklan dari seorang yang bertanya tentang property yang kita iklan kan tadi, calon pembeli itu bisa kita approach dan follow-up agar mau mempercayai kita untuk berkeja sama mencari property sesuai kriteria mereka. Mungkin dengan bertemu langsung, dan berkenalan, sebagai seorang broker yang serius dan profesional tentu kita akan berusaha mencarikan tipe property sesuai dengan kebutuhan pembeli tersebut, dan bersama-sama meninjau lokasi.


Logikanya dengan mengiklankan property dari prospek listing tadi, kita mendapat respon dari yang membaca iklan kemudian bisa menyaringnya menjadi calon buyer, kemudian kita pun memiliki tugas baru lagi yakni mencari property yang diinginkan pembeli dengan cara melihat iklan di surat kabar, jaringan atau kawan sesama broker, atau dengan cara canvassing (kegiatan untuk mendapatkan prospek dengan berjalan-jalan disekitar lokasi tertentu).


Ada keahlian lagi yang diperlukan bagi seorang broker yakni kemampuan sosial atau human skill, interpersonal skill, komunikasi yang jelas dan baik, mampu membangun kepercayaan (trust) terhadap klien. Job broker ini berhubungan dengan orang-orang maka people skill sangat diperlukan, tidak ada salahnya memulai membaca buku tentang relationship dan personality. Selain itu memiliki kemampuan penjualan (selling skill) iyang harus terus menerus kita kembangkan. Kreatifitas kita dalam memasarkan dan menjual unit property suatu hal yang mutlak.


Satu hal lagi yakni sedikit punya pengetahuan dibidang legal dan hukum, yaitu membuat suatu perjanjian kerja sama, agar aman setiap perjanjian kerja sama sebaiknya dilakukan secara tertulis untuk menghindari pemilik yang tidak mau membayar komisi. Kita pun harus familiar dengan surat-surat seperti akta tanah, sertifikat tanah, jangan sampai misalnya kita menemukan masalah menjual tanah yang sedang bersengketa, adanya teman dibidang tersebut membantu kita dalam mencari solusi-solusi. Misalnya pada notaris, pejabat pembuat akta tanah ataupun didepatemen pertanahan.


Pengetahuan tentang arah perkembangan suatu daerah yang lazim disebut perencanaan tata kota harus dimengerti. Daerah mana yang akan berkembang sebagai daerah bisnis, dimana daerah yang prioritas pemukiman, daerah mana yang akan berkembang misalnya saja akan dibangun suatu pusat pendidikan haruslah kita ketahui. Naik turunnya nilai property sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disebutkan tadi.


Bila tertarik untuk berkecimpung dibidang bisnis broker property ada baiknya bergabung dahulu disalah satu agen property yang sudah maju dalam system untuk belajar lika-liku bisnis ini. Sehingga kita dapat menghindari jebakan-jebakan yang mungkin bisa merugikan diri kita.


Bisnis perantara property harus sabar, terkadang menghadapi calon pembeli, mereka biasanya tanya macam-macam. Protes sana sini kondisi tumah tersebut. Mengoceh tentang property yang dibutuhkan. Itupun sudah capek temanin keliling seharian liat beberapa listing (property) namun akhirnya bila di tanyakan tidak sesuia kriteria, tidak jadi beli, atau tidak minat sama sekali. Ditelpon kembali tidak diangkat-angkat, alias dicuekin.


Kalau kisahnya sudah begitu, terkadagh ingin teriakkan, Broker Juga manusia..!! Punya rasa punya hati.... :P





Selamat berbisnis broker property.

bye:

Andi Nur Baumassepe

Mei 05. Jogja. Jakal

(dimuat di situs http://wirausahakita.blogspot.com/)

edisi mei 2005

Sabtu, Agustus 11, 2007

Dicari Pemimpin Daerah di era Informasi (3 of 3)

Hal kecil yang bernilai tambah

Suatu nilai tambah sendiri bila kepemimpinan Sulawesi Selatan periode kedepan mengimplementasikan sistem teknologi informasi dan komunikasi dalam pengelolaan pemerintahan sehari-hari.

Diperlukan adalah sebuah strategi yang jelas dalam menggapai VISI yang disingung diatas tadi. Adanya suatu strategi yang detail dan terukur akan menjadi suatu persyaratan mutlak agar investasi yang dikeluarkan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Pemimpin daerah di Sulawesi Selatan hendak memikirkan bagaimana pengadaan infrastruktur dan prasarana akses komunikasi data yang handal. Kita ketahui bersama bahwa investasi dibidang TI itu bukan lah murah tapi bukan pula tidak terjangkau. Dengan melibatkan pihak swasta yang kompoten tentu akan membantu. .

Setelah adanya suatu sistem teknologi yang handal, perlu dipikirkan bagaimana mengembangkan aparatur pemerintahan (SDM) untuk mengelola e-government tersebut. Proses seleksi PNS menjadi prasyarat menjaring calon yang memiliki pengetahuan yang cukup baik dibidang komputer dan teknologi informasi. Pelatihan dan pendidikan yang insentif agar diperoleh tenaga fungsional untuk menangani sistem yang ada.

Sistem teknologi informasi yang ada, tentunya akan memudahkan pemimpin mengembangkan suatu kepastian karir dan kesejahteraan bagi aparatur tersebut. Contoh kasus; adanya software kepegawaian (HRD) yang mengatur absensi dan informasi mengenai track record suatu pegawai didinas tertentu, memudahkan pemimpin untuk melaksanakan program punishment dan reward.

Strategi selanjutnya adalah menyangkut pengembangan sistem jaringan komunikasi yang terpadu antar department dan antar instansi dalam suatu daerah. Adanya hal ini akan memudahkan proses komunikasi dan kordinasi yang cepat serta dua arah suatu pekerjaan.

Diharapkan siapapun yang terpilih menjadi Gubenur atau kepala daerah daerah di Sulawesi Selatan tidak perlu lagi ragu dalam mengimplementasikan pelaksanaan tata kelola pemerintahan berbasis teknologi informasi.

Hal terkecil yang bisa kita harapkan ada nya perubahan dalam pemerintahan yang lebih transparan atau mengadopsi nilai-nilai Good Governance pada pelaksanaan pengadaan barang berbasiskan sitem teknologi informasi. Melalui sistem e-procurement, pengadaan tender disetiap instansi akan lebih terbuka dan transparan. Tujuan Bila dilakukan secara elekrtonik, pengadaan barang akan dilaksanakan dengan memanfaatkan fasilatas website pemda. Peserta pengadaan dapat diikuti oleh siapa saja. Pelaksanaan prose tender diharapkan akan berjalan dengan adil dan transparan.

E-procurement,

E-procurement adalah sistem pengadaan barang dan jasa melalui elektronik. E-procurment menjadi suatu hal kecil tapi bernilai tambah bagi pemimpin dalam tata kelola pemerintahan berbasis TI. Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem e-procurement adanya proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan suatu department secara efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka adil semua pihak/tidak diskriminatif.

Adanya sistem online dalam pengadaan barang dan jasa, memungkin proses penunjukan rekanan dilakukan secara transparan karena meminimalkan kontak langsung antara pemimpin proyek dan peserta tender.

Publikasi melalui situs secara real time yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Hal ini memberi peluang bagi siapa saja untuk berpartisipasi sehingga merangsang semangat kewirausahaan dikalangan masyarakat untuk menjadi pengusaha penyedia barang/jasa pemerintah. Hal ini tentu sangat sejalan dengan VISI untuk meningkatkan competitive development sehingga terbangun partisipasi aktif dimasyarakat khususnya bagi pemberdayaan ekonomi.

Pelaksanaan e-procurement juga berdampak pada penghematan biaya dan mempercepat proses pelaksanaan. Kita ketahui dengan sistem e-procurement pemerintah dapat memperbesar alternative untuk mendapatkan rekanan (penyedia jasa/barang) yang berkualitas sesuai dengan standar kelayakan suatu proyek.

E-procurement hanyalah suatu bagian dari tata kelola pemerintahan berbasis TI (E-government). Ini diharapkan bisa menjadi pemicu untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih. Adanya sistem pengadaan yang buruk dan memiliki banyak peluang untuk penyalahgunaan akan tetap menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotiseme (KKN).

Indikator pemimpin daerah yang komitmen untuk mewujudkan tiga visi dasar diatas adalah menerapkan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan jasa di instansi yang dia pimpin. Bermula dari hal kecil diharapkan akan menjadi pemicu untuk mewujudkan good governance yang merupakan “budaya” baru bagi pemerintahan saat ini.

Akhir dari tulisan ini ingin berseru tata kelola pemerintahan berbasis Sistem Teknologi Informasi atau disebut e-Government is not about technology but change of culture.

Siapa kah yang akan merubah “budaya“ tersebut? Tentu yang paling berperan adalah adanya seorang pemimpin yang akan memimpin proses perubahan dalam tata kelola pemerintahan. Siapa kah orangnya?

Oleh:

A.M.Nur Bau Massepe M.,SE,MM.

Penulis Adalah Pemerhati maslaah IT dan Pemerintahan
Dosen STMIK DIPANEGARA

Makassar, mei 2007


Dicari Pemimpin daerah di era Informasi (2 of 3)

Visi Pemerintahan berbasis TI

Dari berbagai literature dan wacana yang berkembang, ada tiga hal yang dapat menjadi VISI bagi pemerintah mengembangkan tata kelola pemeritahan berbasis Teknologi Informasi.

Pertama: mewujudkan Good Governance, bahwa pemanfaatan sistem teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan yang baik mengaju pada peningkatan efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

Kedua: excellent public services, semangat melayani bagi pemerintah diharapkan tumbuh, paradigma lama seperti “dilayanI” tidak sesuai lagi dengan zaman sekarang. Pemerintah berperan aktif dalam memberi pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam hal informasi, komunikasi, transaksi, serta meningkatkan daya saing didaerah masing-masing.

Ketiga; competitive development, mendukung terwujudnya masyarakat yang kompetitif dan menumbuhkan daya saing dan kemandirian diberbagai sektor khususnya perioritas dibidang yang diunggulkan didaerah ini antara lain pertanian & perkebunan, parawisata serta kelautan. Dalam hal pelayan pada masyarakat tidak hanya diserahkan, dibebani, atau menjadi hak dan tanggung jawab institusi publik (pemerintah) semata, tetapi sektor swasta dan non-komersial diberikan pula kesempatan untuk melakukannya. Di sini pemerintah harus mampu membuat sebuah lingkungan kompetisi yang adil, obyektif, tidak memihak, dan kondusif bagi tercapainya pemerintahan yang lebih baik.

Hal yang mendasari

Tiga hal pokok tersebut menjadi hal yang paling mendasar mengapa dibutuhkan sebuah sistem teknologi informasi untuk menopang manajemen pemerintahan.

Adanya pergeseran paradigma saat ini yakni manajemen pemerintahan dari yang harus “dilayani” kini menjadi “melayani”. Para pemegang pemerintahan dinegara-negara berkembang sangat memahami betul konstribusi yang diberikan kemajuan teknologi informasi dalam membantu tugas-tugas pelayanan mereka kepada publik. Kemajuan teknologi tersebut sangat membantu dalam proses pelayanan publik menjadi lebih cepat, efisien dan tepat sasaran.

Contoh kasus di kabupaten Sragen , Jawa Tengah berani memasang papan seperti reklama bertuliskan One Stop-Service-Mudah, Cepat, Transparan dan Pasti”. Program OSS yang dimplementasikan diakhir tahun 2002 itu adalah salah satu bukti nyata adanya tekad pemerintah daerah setempat mengadopsi sistem teknologi informasi dalam pelayanan pemenritahan terhadap masyarakat.

Apa hasil yang mereka peroleh? Dari hasil survey yang dilansir oleh KOMPAS edisi 9 Desember 2006 menyatakan adanya peningkatan pelayanan kepada publik, kualitas layanan yang mereka berikan pun semakin baik seperti keakuratan dan proses pelayanan lebih cepat 60% dibanding dahulu. Hal yang menggembirakan lagi adalah arus investasi di kabupaten Sragen juga mengalami peningkatan yang disebabkan begitu proses perizinan usaha yang cepat, mudah, dan transparan hasil dari sebuah sistem teknologi informasi yang dibangun oleh sebuah lembaga bernama KPT (Kantor Pelayanan Terpadu).

Hal yang mendasar lainnya adalah munculnya tuntunan masyarakat global dalam hal ini lembaga dunia seperti World Bank, UNDP, European Bank for Reconstruction and Development, dan Asian Development Bank untuk menerapkan prinsip good governance dalam mengelola suatu negara. Prinsip tersebut merupakan suatu tuntutan bagi negara-negara anggota lembaga dunia tersebut agar menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat menjadi pemain dalam pergaulan internasional abad ke-21 dan negara Indonesia masuk bagian tersebut.

Good Governance

Good governance dalam pemerintahan yang dikenal dengan nama good government governance akan memperbicangkan aspek-aspek keterbukaan (transparency), pertangunggugatan (accountability), keadilan (fairess) dan pertanggungjawaban (responsibility). Prinsip-prinsip itu menjadi suatu value (nilai) yang dijabarkan dan didefinisikan pada tataran implementasi sistem pertanggung jawaban baik secara hukum dan publik.

Dalam buku yang diterbitkan oleh Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata kepemerintahan yang Baik dibawah naungan kementerian Perencanaan dan Pembangunan (Bappenas) tahun 2005 dijabarkan mengenai ke empat prinsip-prinsip Good government Governance,


  • Transparency: dimaksudkan dalam sistem pemerintahan harus menyediakan informasi yang objektif, akurat, dan tepat waktu kepada shareholder. Shareholder dalam hal ini kreditor, investor, atau masyarakat biasa akan dapat mengetahui dengan lebih baik terhadap resiko ketika melakukan transaksi atau interaksi dengan suatu negara atau daerah pemerintahan.
  • Accountability; menuntut adanya sistem yang kondusif bagi pengawasan yang efektif dengan cara menyeimbangkan kekuasaan, kewenangan dan tanggungjawab atara pihak pemerintah, masyarakat dan dunia usaha swasta perihal kelangsungan kehidupan penyelenggaraan berbangsa dan bernegera. Diharapkan adanya prinsip ini maka akan menimbulkan efek bagi roda pemerintahan yang lebih efisien, efektif, mengedepankan profesionalitas dan kompetensi.
  • Fairness: tentu tidak ada satu pun didunia ini ingin diperlakukan tidak adil. Oleh karena itu pemerintah dituntut untuk menciptakan kejelasan mengenai hal-hal bagi para pihak yang berkepentingan dalm pengelolaan sumebr daya negara. Sebagai pemilik tunggal otoritas dan fungsi regulasi harus menciptakan suatu sistem hukum dan peraturan perundang-undangan yang memebri rasa keadilan dan memberdayakan semua pihak, dunia usaha baik investor dalam maupun luar negeri.
  • Responsibility; Mengedepankan bahwa negara hukum harus mengedepankan adanya suatu perangkat dan pematuhan hukum yang berlaku didaerah tersebut. Termasuk didalamnya pemeliharan lingkungan hidup, hak-hak konsumen, hak-hak perlindungan karya inteletual, ketenaga kerjaan dan lain-lain.
(bersambung 2 dari 3 halaman)

Dicari Pemimpin Daerah Di Era Informasi (1 of 3)

Beberapa bulan belakangan harian surat kabar di kota makassar menyuguhkan berita-berita seputar “perseteruan” dan dinamika para kandidiat yang akan maju sebagai calon gubenur Sul-Sel untuk periode yang akan datang. Ada banyak kandidat yang akan tampil dalam pergulatan akbar tersebut, ada wajah-wajah lama maupun yang baru. Ada nama calon yang sudah dikenal luas oleh masyarakat ada yang baru mencuat dan mencari pamor.

Begitulah ajang pilkada tidak jauh beda dengan pemilhan konteks seperti Indonesian Idol ataupun AFI ataupun ajang-ajang lain. Masing-masing kadidat selalu berusaha merebut hati calon pemilih agar memperoleh suara terbanyak.

Tapi jangan lupa persoalan pemimpin bukan sekedar masalah sejauh mana menarik simpati masyarakat, terpenting adalah keinginan tahuan akan VISI dan Program kerja dari calon pemimpin yang akan melanjutkan roda pemerintahan di daerah ini.

Melihat trend global saat ini yakni tumbuhnya kesadaran pemerintah dalam mengadopsi kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan pelayanan kepada publik. Sudah saatnya juga bagi calon kandidat memasukkan kesadaran ini sebagai salah satu agenda kepemimpinan kedepan yaitu suatu VISI tata kelola roda pemerintahan yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi.

Pemerintahan diseluruh dunia dihadapkan pada sebuah tekanan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang partisipatif dan aktif dalam pemberian informasi bagi masyarakat serta dituntut untuk lebih efektif.

Wacana ini sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, sudah mulai banyak kepala daerah (bupati) yang dengan sadar menerapkan tata kelola pemerintahan yang berbasis TI yang lebih familiar dengan e-government, namun tidak ada salahnya tulisan kali ini menyinggung kembali sprit tersebut agar tidak menjadi agenda yang terlupakan.

Tata kelola pemerintahan berbasis IT (E-Government)

e-Government secara sederhana bisa diartikan sebagai sebuah upaya pemerintah untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk memberikan jasa publik yang lebih berkualitas kepada warganya.

Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan e-Government sebagai berikut:

E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. (www.worldbank.org.)

Bila diartikan kurang lebih adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah (se[erti: Wide Area Network, Internet dan mobile computing) yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan (koneksi) dengan masyarakat, dunia bisnis, dan pihak berkepentingan.

Kesadaran bagi pemimpin negara dalam mengambil inisiatif untuk mengadopsi kemajuan teknologi informasi dalam tata kelola pemerintahan bukan lah suatu hal yang sekedar canggih-canggihan tetapi memiliki beberapa landasan yang akan diuraikan dibawah ini.

Kesadaran Pemerintah Pusat

Pemanfaat ICT dalam pengelolaan pemerintaan oleh pemerintah pusat.mendapat perhatian penting hal ini dapat dilihat keseriusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru-baru ini pada tanggal 13 November 2006, kemarin bertempat di Istana Bogor membentuk DTIKN (Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional).

DTIKN ini merupakan kelompok kerja yang akan membantu Presiden dalam mempercepat pengembanagn ICT (Information and Communication Technology di tanah air yang diketua langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informasi beranggotakan beberapa orang propfesional, mantan manajer, akademisi, yang kompeten terhadap masalah ICT.

DTIKN ini diharapkan bisa mentransformasikan masyarakat Indonesia mejadi masyarakat informasi berbasis pengetahuan. Pembentukan DTIKN ini diharapkan mampu mengimplementasikan program pembagunan jaringan komunikasi (internet) untuk 43.000 desa, disektor pendidikan akan dibangun jaringan komunikasi untuk 13.000 SMP dan SMA serta 2.428 perguruan tinggi dan sector kesehatan masyarakat diperlukan 28.000 untuk pusat kesehatan. (Koran Tempo 14/11)

Pidato presiden SBY didepan konferensi Nasional Teknologi Informasi dan komunikasi untuk Indonesia yang digelar di ITB pada awal mei tahun 2005 lalu menekan kan hal tersebut, pidato yang berjudul Sumbangan ICT(Information Communication Technology) dalam membangun “Good Governance” amat besar (Majalah E-Indonesia edisi November 2005). Presiden menyatakan bahwa penerapan ICT diharapkan bisa memberi nilai tambah dalam komunitas bahkan dalam kehidupan sebuah bangsa. Intinya Presiden tidak meragukan lagi pemanfaat ICT dalam mengelola pemerintahan dimasa depan.

Pertanyaan sekarang adalah seberapa besar kesadaran bagi kepala pemerintahan didaerah ( Gubenur/ Bupati) bahwa betapa pentingnya ICT dalam mengelola pemerintahan di daerah nya masing-masing?

Kesadaran dapat dibuktikan dengan adanya suatu VISI yang akan menjadi pedoman dalam menjalankan pemerintahan kedepan.

(bersambung 1 dari 3 halaman)