Sabtu, Juni 01, 2013

Kerja sebagai sumber kebahagiaan


Tersebutlah 3 orang tukang batu yang bekerja berdampingan membangun sebuah dinding yang sama. Ketika salah satunya ditanya tentang apa yang sedang dia kerjakan, si tukang batu menjawab, sedang membangun dinding. Yang kedua menjawab, sedang membangun rumah (house). Sementara yang terakhir menyatakan bahwa dia sedang membangun sebuah tempat tinggal (home) agar keluarga muda yang akan menempatinya dapat hidup dengan nyaman dan penuh kebahagiaan.
Jika dilihat dengan kasat mata, tampak bahwa ketiga tukang batu itu sedang mengerjakan pekerjaan yang sama: menata dan melekatkan bata demi bata dengan semen. Tapi, jika kita lihat dari cara mereka memberi makna terhadap apa yang mereka kerjakan, kita akan melihat betapa berbedanya makna yang mereka berikan kepada pekerjaan mereka. Yang pertama tak melihat pekerjaannya kecuali semata-mata sebagai gerakan fisik, yang bisa juga dikerjakan oleh hewan atau robot. Yang kedua sudah menyadarinya sebagai sebuah pekerjaan kreatif. Tapi, makna maksimum telah diberikan oleh tukang batu ketiga ketika dia melihat pekerjaannya sebagai wujud kecintaannya kepada orang lain, yakni dalam bentuk keinginan memberikan tempat tinggal yang nyaman dan membahagiakan bagi calon penghuninya.
Maka kita pun dengan mudah dapat meramalkan, manakah di antara ketiga tukang batu itu yang akan melahirkan performa yang maksimum, baik secara kuantitaif maupun kualitatif?
Tak akan ada yang membantah bahwa hidup di dunia terkait dengan kesejahteraan fisik dan materi, karena memang Tuhan telah merancang manusia sedemikian dengan balutan fisik sedemikian, sehingga dia hanya bisasurvive dengan mengoperasikan aspek fisiknya itu. Tapi, tak sulit juga untuk sepakat bahwa pada puncaknya kebahagiaan bersifat ruhani. Kebahagiaan memang bukan sekadar kenikmatan fisik, melainkan ketenteraman dan kepuasan hati. Karena itu, secara logis bisa dikatakan bahwa kebahagiaan tak mungkin bisa diraih dengan berhenti pada memuasi kebutuhan fisik kita. Mengapa? Karena, lebih banyak kebutuhan ruhani kita yang tak ada hubungannya sama sekali dengan kebutuhan fisik kita. Bahkan, lebih sering kebutuhan ruhani atau hati kitatak selalu sejalan dengan kebutuhan fisik, malah tak jarang bertentangan. Misal, kebutuhan mencinta. Dalam hal seperti ini, kita justru mendapatkan kebahagiaan (ruhani) dengan memberi kepada orang-orang yang kita cintai, bukan justru menuntut dan mengambil darinya demi kepuasan egoistik kita. Kalau pun ada kaitannya, makanan bagi ruhani atau hati kita adalah makna yang bisa kita saring dari keterpenuhan kebutuhan fisik kita, dan bukan kebutuhan fisik itu sendiri. Memang, baik terkait dengan kebutuhan fisik maupun kebutuhan ruhani, kebahagiaan hidup manusia berkait dengan produksi makna dalam hidupnya, yakni yang positif atau sejalan dengan kebutuhan ruhaninya.
Sebagai suatu ilustrasi, kebutuhan fisik kita menuntut kesuksesan. Yakni keterpenuhan kebutuhan-kebutuhan kita akan kekayaan, popularitas, atau kekuasaan. Tapi, betapa berlimpah contoh yang di dalamnya seseorang justru mengalami kesengsaraan ketika mendapatkan semuanya itu? Penyebabnya tentu saja ketakmampuan unsur-unsur kesuksesan hidup itu untuk dapat menyuplai makna (yang positif) yang merupakan kebutuhan ruhani kita. Maka, betapa banyak contoh orang-orang yang tampak telah memenuhi berbagai kebutuhan kesuksesan ini tapi hidupnya justru berakhir dengan depresi, bahkan bunuh diri?
Dengan demikian, mudah kita simpulkan bahwa kebahagiaan kita terletak dalam keberhasilan kita mendapatkan sebanyak mungkin makna positif dari hidup dan kehidupan kita, dari apa saja yang kita kerjakan. Defisit makna hidup, sebaliknya, merupakan sumber kesengsaraan. Tak terkecuali dalam dunia kerja. Kerja, pada puncaknya, harus menjadi sumber makna hidup. Lebih dari itu, pekerjaan yang bermakna akan juga melahirkan kecintaan serta semangat  (passion) kepada apa saja yang kita kerjakan. Ini saja sudah merupakan suatu sumber kebahagiaan kita. Pada gilirannya, bekerja dengan landasan cinta akan mendorong kita untuk menumpahkan seluruh daya upaya kita, sehingga apa pun yang kita lahirkan dari kerja kita akan melahirkan karya-karya berkualitas. Pada puncaknya, kerja yang penuh makna seperti ini, bukan saja akan menjadi sumber kebahagiaan hidup secara ruhaniah, melainkan juga akan menjadi sumber kesuksesan duniawi.
Pertanyaannya kemudian, kerja seperti apa yang bisa menjadi sumber makna hidup positif? Al-Qur’an mengajarkan:
“Dan tuntutlah (kebahagiaan) hidup akhirat dalam apa-apa yang dikaruniakan Allah kepadamu. Tapi jangan juga lupakan bagianmu dari dunia.”
Melalui ayat ini, secara eksplisit dan implisit Allah memerintahkan agar kita bekerja sebaik-baiknya untuk mengumpulkan karunianya, tapi hendaknya itu semua diarahkan tidak hanya untuk dunia, melainkan untuk akhirat. Artinya, beri surplus makna pada kegiatan bekerja kita. Selain untuk mengambil jatah-adil kita dari kehidupan dunia, kita arahkan semua kesibukan itu untuk akhirat. Dan, pada saat berupaya memenuhi kebutuhan ukhrawi itu, sesungguhnya kita sekaligus sedang berusaha memenuhi kebutuhan ruhani kita –yang, pada saat yang sama, adalah sumber kebahagiaan sejati kita dalam kehidupan di dunia ini.
Allah lebih lanjut mengajarkan tentang bagaimana sebaiknya kita melihat kegiatan bekerja atau berbisnis:
“Sesungguhnya orang-orang yang membaca kitab Allah, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian dari yang telah Kami rezekikan kepada mereka, baik secara sembunyi atau terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi (tijarah lan tabur).”
Dari ayat ini, kita bisa merasakan bahwa Allah hendak mengajarkan kepada kita tentang bagaimana seharusnya kita memberi makna pada kegiatan bisnis dan bekerja. Betapa pun fungsi berdagang dan bekerja adalah untuk mencari harta, tapi semuanya itu hanya akan bermakna (meaningful) jika didasarkan pada pengenalan yang benar akan hakikat hidup, dibubuhi warna pengembangan dan pemeliharaan hubungan spiritual kita dengan Tuhan, dan semangat filantropisme.
Pada analisis lebih lanjut, inilah kiranya yang dituju oleh kelanjutan ayat tersebut :
“ ... yakni, perdagangan yang akan) menyempurnakan bagi mereka pahala mereka dan menambah bagi mereka karunia (fadhl)-Nya. ” (QS 35: 29)
Fadhl dalam peristilahan Al-Qur’an berarti kejayaan, kekuasaan, kepandaian, dan kemakmuran duniawi, sebagaimana tampak jelas dalam konteks kehidupan Nabi Sulaiman yang menyebut dirinya sebagai telah mendapat “karunia Tuhanku”. Pada, saat yang sama, tentu kesemuanya itu memiliki makna spiritual, terkait dengan misi kenabian Sulaiman.
Ditempat yang lain, Allah memfirmankan:
“Wahai orang yang beriman,maukah kutunjukkan kalian pada satu perdagangan   yang dapat menyelamatkan kalian dari kesengsaraan yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu …maka Allah akan mengampuni dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga…Itulah keuntungan (fawz) yang besar.”
Di sini Allah menunjukkan kepada kita makna sejati kegiatan bekerja dan berbisnis, yakni memperoleh keuntungan atau kesuksesan yang besar dan, pada puncaknya, kebebasan dari kesengsaraan. Yakni, dengan cara menjadikan keridhaan Tuhan sebagai tujuan kita, melalui bekerjakeras dan bersungguh-sungguh dalm beramal shalih dengan harta dan jiwa kita di jalan-Nya. Dengan kata lain, dalam rangka menunaikan fungsi kekhalifahan kita untuk menebarkan rahmat bagi sarwa alam semesta. Ya, hanya dengan cara mengaitkan seluruh aktivitas kita dengan Tuhan, maka kegiatan bekerja akan benar-benar menjadi sumber makna positif bagi hati atau ruhani kita. Dan hanya dengan begini bekerja akan dapat menjadi sumber kebahagiaan kita.
sumber: mizan.com (kolom haidar baqir)

Selasa, April 30, 2013

Kunjungan industri ke pabrik Terigu

Add caption
Melakukan perkuliahan diluar rutinitas di kelas sangatlah mengasyikkan. Setidaknya itu yang dilakukan pada kelas pemasaran lanjutan di fakultas ekonomi & bisnis Universitas Hasanuddin pada hari senin tanggaL 29 April 2013. Pada hari itu mereka berkunjung ke salah satu perusahaan pembuat tepung (pabrik tepung) ke empat (4) terbesar didunia. Perusahaan tersebut adalah PT Eastern Pearl Flour Mills (PT EPFM) atau yang dulu dikenal dengan berdikari.
Hadir yang mewakili dari FEB UNHAS adalah Prof.Dr.Rahman Kadir, SE.,Msi selaku dosen pengampuh mata kuliah dan A.M.Nur Bau Massepe, SE.,MM beserta 25 (dua puluh lima) mahasiswa kelas pemasaran lanjutan.
Dalam sambutannya Pak Kiky atau nama lengkapnya Muammar Muhayang selaku GA & Indutrial Relationship Manager PT EPFM, mengatakan sangat senang dengan kunjungan teman-teman dari UNHAS, dan berbagi ilmu pengatahuan khususnya dibidang bisnis dan pemasaran. Lebih lanjut beliau mengemukakan antara seorang akademisi (ilmuan) memiliki perbedaan mendasar dengan praktisi (dirinya-red), perbedaan itu terutama dalam memahami akan suatu konstruk pengetahuan. Bila dikampus kita diajarkan teori-teori yang sudah ada, tetapi begitu di dunia nyata dengan praktek dan pengalaman langsung yang telah dilakukan barulah kita menyadai bahwa ini lah yang dimaksud dengan teori yang ada di kuliah. Adanya pemahaman antara dua pendekatan ini akan menambah pemahaman yang lebih baik akan suatu pengetahuan.
Dalam diskusi ini terkuak bahwa bisnis di industri tepung terigu sangatlah besar. Pada pasar domestic saja masih akan bertumbuh. Ini di tunjang dengan program pemerintah yang menggalakan untuk menganti nasi (beras) dengan makanan selain nasi seperti gandung, jagung dan lainnya sebagai makanan utama.
Dari data yang dipaparkan bahwa permintaan ekspor pun dari tahun makin meningkat, untuk permintaan domestic (Indonesia) produksi tepung terigu tahun ini (2013) mencapai 7 juta ton sementara permintaan tahun ini sebesar 6 juta ton. Belum permintaan ekspor yang tiap tahunnya juga cukup besar.
Pak Kiky juga mengharapkan dari kalangan akademis dapat berkolaborasi dengan pt/epfm untuk join riset dan melakukan penelitian khususnya dalam indutri makan (terigu). Riset-riset yang dibutuhkan khususnya dibidang pemasaran dan bisnis seperti perilaku konsumen dalam komsumsi tepung.
Pada kesempatan kuliah kunjungan industry ini juga mahasiswa semapt juga diajak keliling pabrik. Melihat bagaimana proses pembuatan tepung terigu yang bahan bakunya dari gandum tersebut. Kemudian mengunjungi ruangan panel control dimana ruangan yang mengontrol segala aktifitas proses produksi yang ada dipabrik secara elektronis. (maspepeng)
 
 
 
 
 
 
 
 

 

 
 
 

Rabu, Januari 23, 2013

Private Entrepreneur



Suatu malam di Amsterdam. Angin musim panas menyapu lembut wajah saya. Malam itu Ronie mengajak bercengkerama di kawasan lampu merah Zeedijk. "Kijk" ujar Ronie seraya menunjuk ke jendela rumah bertingkat. Seorang perempuan muda berbusana mencolok duduk di depan jendela dengan gorden dan lampu merah temaram. "Senyumnya menggoda ya?" lanjut Belanda Indo anak bekas Administrateur Pabrik Gula Padokan, Yogykarta itu. "Zij is ... weet je? Tapi, yang sana itu lain, Hans," lanjut Ronie seraya sedikit menengadah menatap wanita setengah baya yang sedang merenda. "Lain?" tanya saya. Teman saya itu tertawa. "Ia wanita baik-baik. Yang membedakan, lampunya yang lebih terang," jelasnya lancar.

Saya teringat kalimat di sebuah buku tentang Amsterdam. Amsterdam`s ladies of the night are "private entrepreneurs", each sitting in the front window of her own little flat. Para wirausahawati Amsterdam itu menjajakan jasa di dua sentra: Zeedijk dan Wallatjes, atau "Tembok-tembok Kecil" -- nama yang berasal dari dua kanal: Oudezijds Voorburgwal dan Oudezijds Achterburgwal.

Para private entrepreneur Amsterdam bisa dibilang menikmati status sosial yang tak membuat kaum lelaki malu mencari angin, bahkan ber-short stay di kawasan operasi mereka. Orang Belanda menganggap mampir ke pelacuran sebagai bentuk normal relaksasi.

"Begitu, Ron?" tanya saya yang dijawab dengan kerlingan mata penuh arti. "Semacam gezeligheid, Hans," lanjutnya. "Kiya-kiya atau istilahmu mat-matan," tuturnya. "Ah, mat-matan saya kan menikmati suara emas Nyi Tjondrolukito seraya nyruput teh panas-manis-kental ramuan Pak Rebo Bugisan," saya mencoba mengajak Ronie ke goede tijd awal 1950-an. "Atau, mengobrol dalam bahasa Jawa di depan Hotel The Americain," sambung Ronie.

Kesibukan dan kerja rutin beberapa tahun terakhir, menyebabkan saya putus hubungan dengan Ronie. Ketika membaca tulisan Kantor Berita DPA seputar profesi di kawasan lampu merah Belanda, saya tiba-tiba teringat lelaki sepantaran saya itu. Jajak pendapat yang baru-baru ini diselenggarakan di Belanda mengungkapkan, 55% dari 2.600 responden pria dewasa menganggap kunjungan ke bordil sangat dapat diterima. Selain itu, 80% responden menganggap prostitusi sebagaimana pekerjaan profesi lain, selama tanpa paksaan.

Hasil jajak pendapat yang dianggap suara rakyat itu, mendorong parlemen Belanda mencabut larangan beroperasinya rumah-rumah pelacuran, dan mengesahkan peraturan penggantinya. Dibutuhkan waktu 25 tahun untuk mencabut larangan aneh itu. Peraturan baru menetapkan, antara lain, pekerja seks harus berumur minimal 18 tahun. Pemilik bordil diancam hukuman penjara 6 tahun, bila mempekerjakan pekerja seks di bawah umur. Begitu juga, konsumen yang melangganinya.

Para mucikari kini kekurangan stok barang dagangan. Mereka lalu menyebar sejumlah pemandu bakat ke Spanyol dan Skandinavia, mengimpor calon wirausahawati. Para heart hunter yang mengunjungi negara-negara Skandinavia kecewa berat, karena sebagian besar cewek yang mereka temui ternyata hanya penjaja jalanan, dan pecandu obat. Mereka juga kaget mendengar harga yang diminta gadis-gadis Denmark. "Sudah tidak kinyis-kinyis, malah pasang harga 120 guilder (sekitar US$ 70). Kelewat mahal buat orang Belanda," keluh sang perekrut seraya mengisyaratkan, sifat kelewat hemat orang Belanda tetap berlaku dalam transaksi esek-esek ini.

Oleh
Supiyo
Majalah SWA

Minggu, Januari 20, 2013

Hantu hantu Manajemen



Di sebuah perusahaan Jepang yang mengundang saya sebagai nara sumber, seorang eksekutif puncaknya sempat berargumen lama tentang sinyalemen yang saya sebut dengan berfikir ala kaca spion. Berjalan ke depan namun senantiasa melihat ke belakang.
Saya bisa memaklumi, kalau banyak rekan dari Jepang yang tidak setuju dengan hal terakhir. Secara lebih khusus, karena mereka sudah memiliki tradisi yang lama dan panjang tentang kegemaran mengutak-atik data yang telah lewat. Jangankan mengambil keputusan, bermain golf saja mereka disertai dengan data-data score cards masa lalu. Dalam bingkai berfikir ala kaca spion ini, satu-satunya cara untuk bisa hidup di hari ini, dan selamat di hari esok adalah dengan jalan mempelajari apa yang sudah lewat.

Ini semua mengingatkan saya, pada keyakinan-keyakinan yang ditanamkan secara berlebihan oleh kaum empiris dalam ilmu pengetahuan. Manajemen, melalui sejumlah tokohnya seperti Taylor yang menciptakan scientific management, juga terkena sindroma kaca spion. Kelompok Aston yang menjadi salah satu cikal bakal pendekatatan kontingensi - yang memiliki banyak sekali penganut sampai sekarang dalam dunia manajemen - juga membangun argumennya di atas kaca spion. Diktum 'structure follows strategy' yang pernah dikemukakan seorang guru besar Harvard, serta memiliki penganut sampai sekarang, juga dibangun di atas tumpukan data masa lalu yang mengagumkan. Administrative Science Quarterly- sebuah jurnal manajemen berpengaruh yang diterbitkan MIT, dan penulisnya kebanyakan bergelar Ph.D sangat kuat diwarnai oleh penelitian-penelitian empiris yang amat mereka banggakan.

Nah, sekarang saya ingin membawa persoalan ini ke dalam pengandaian makan roti. Semua orang saya yakin - termasuk Taylor, kelompok Aston, Alfred Chandler serta pananggung jawab Administrative Science Quarterly - lebih menyukai roti yang fresh from the oven. Tidak ada yang mau memakan roti busuk hasil simpanan bertahun-tahun lalu.

Mirip dengan makan roti, manajemen yang lahir dari kumpulan data masa lalu, tidak membuat kepala manusia menjadi fresh. Tidak tertutup kemungkinan, malah membuat kepala kita menjadi roti busuk yang tidak berguna. Ini bisa terjadi - sebagaimana sudah sering saya tulis - karena semakin sedikit sejarah yang muncul dalam bentuk pengulangan. Sebagaimana sebuah pepatah Cina : 'we can not step into the same river twice'. Sebab, sebagaimana sungai, kehidupan setiap detik berganti.

Sayang seribu sayang, di manapun orang belajar manajemen secara formal, senantiasa dihadapkan pada ribuan kaca spion. Ada kaca spionnya Drucker, Porter, Kotler, Ohmae, Mintzberg dan ribuan kaca spion sejenis. Bila kaca spion ini dibuat di tahun 1990-an masih mending. Tidak sedikit yang lapuk karena ditulis di tahu 50-an.
Tidak heran kalau Robert M.Pirsig - penulis novel Zen and The Art of Motorcycle Maintenance yang disebut Time sebagai unforgetable trip - pernah menulis : 'Isaac Newton ia a very good ghost. One of the best. Your common sense is nothing more than the voices of thousands and thousands of these ghost from the past'.

Dengan demikian, tidak hanya manajemen yang dirasuki 'hantu' masa lalu. Semua sendi-sendi ilmu pengetahuan - meminjam argumen Pirsig - juga dirasuki oleh 'hantu-hantu' terakhir.

Anda tentu saja bertanya, kalau demikian kemana kita harus menoleh ? Terus terang, saya memang bukan pemegang bola kristal yang langsung bisa menunjuk sebuah jurus atau kiat. Di kolom ini, tugas saya lebih dekat dengan upaya menggoyahkan apa yang telah mapan dan membelenggu. Untuk kemudian, kembali ke dunia pengamatan yang segar dan jernih.
Memang, ada banyak cara untuk sampai ke tataran fresh mind. Namun, sangat penting untuk membersihkan fikiran dari 'kotoran-kotoran' masa lalu. Saya memilih untuk menantang dan mempertanyakan semua otoritas masa lalu - termasuk otoritas yang saya pernah buat sendiri.
Seorang peserta seminar dalam topik Crazy Times Call For Crazy People, pernah bertanya ke saya tentang skenario ke depan. Jawaban warasnya, siap-siaplah kita berhadapan dengan perekonomian yang dibangun di atas perusahaan-perusahaan skala menengah. Jawaban 'gila'-nya - dan ini yang lebih saya rekomendasikan - berfikirlah keluar dari segala bentuk skenario. Dalam dunia fresh mind, tidak diperlukan skenario. Apa lagi skenario 'jika-maka'. Yang ada hanyalah melihat tanpa mengkerangkakan. Mengutip sebuah pepatah Zen, sebesar apapun telunjuk yang digunakan untuk menunjuk bulan, tetap tidak akan bisa mewakili wajah bulan yang sebenarnya. Demikian juga dengan skenario.

Meminjam argumen guru meditasi saya di Inggris sana : 'jumping into the unknown, dying from all the pasts and future ideals, live the present just as they are'.

Jadi, diperlukan keberanian untuk melompat ke wilayah fikiran yang tidak diketahui. Mati dari masa lalu dan idealitas masa depan. Serta hidup di masa kini sebagaimana adanya.

Kembali ke pangandaian semula tentang makan roti, inilah yang saya sebut dengan roti manajemen yang fresh from the oven. Bukan roti majajemen busuk yang sudah lama membuat kita terkejut, terkaget dan hidup asing dari masa kini yang senantiasa segar.

Ah, ini hanyalah sekumpulan fikiran yang kerap disebut utopis oleh sejumlah orang - terutama kaum empiris. Mereka yang membenci ketidakjelasan ini, bahkan menyebut saya makar dan provokator. Namun, dibandingkan dimakari dan diprovokator oleh kecenderungan, saya lebih memilih untuk memprovokator dan memakari fikiran-fikiran saya sendiri.

Konosuke Matsushita, Thomas J. Watson, Bill Gates, Abraham Lincoln, Mahatma Gandhi, Lady Diana, Ibu Theresa, Cory Aquino, Winston Churchill adalah sebagian kecil dari deretan manusia yang menjadi provokator dan tukang makar bagi fikiran-fikirannya sendiri.

Anda juga saya harapkan bisa menjadi provokator dan tukang makar tidak hanya bagi fikiran Anda, tetapi juga bagi fikiran gombal yang menjadi fundamen tulisan ini. Tanpa itu, kita hanya mengulangi sejarah manajemen yang berjalan sudah amat lama dan panjang : memakan roti busuk.

Oleh
Gede Prama

Sabtu, Januari 12, 2013

Pernikahan adalah seperti sekolah cinta

Dikutip dari milis Resonansi

Pernikahan adalah seperti Sekolah Cinta
 
Bertahun-tahun yang lalu, saya berdoa kepada Tuhan untuk memberikan saya pasangan, "Engkau tidak memiliki pasangan karena engkau tidak memintanya", Tuhan menjawab.

Tidak hanya saya meminta kepada Tuhan,seraya menjelaskan kriteria pasangan yang saya inginkan. Saya menginginkan pasangan yang baik hati,lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris, penuhperhatian. Saya bahkan memberikan kriteria pasangan tersebut secara fisik yang selama ini saya impikan.

Sejalan dengan berlalunya waktu,saya menambahkan daftar kriteria yang saya inginkan dalam pasangan saya. Suatu malam, dalam doa, Tuhan berkata dalam hati saya, "HambaKu, Aku tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan."

Saya bertanya, "Mengapa Tuhan?" dan Ia! menjawab, "Karena Aku adalah Tuhan dan Aku adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang Aku lakukan adalah benar."

Aku bertanya lagi, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat memperoleh apa yang aku pinta dariMu?"

Jawab Tuhan, "Aku akan menjelaskan kepadamu. Adalah suatu ketidakadilan dan ketidakbenaran bagiKu untuk memenuhi keinginanmu karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil bagiKu untukmemberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika terkadang engkau masih kasar; atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi engkau masih kejam; atau seseorang yang mudah mengampuni, tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam; seseorang yang sensitif, namun engkau sendiri tidak..."

Kemudian Ia berkata kepada saya, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari seseorang yang sudah mempunyai semua itu. Pasanganmu akan berasal dari tulangmu dan dagingmu, dan engkau akan melihat dirimu sendiri di dalam dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu. Pernikahan adalah seperti sekolah, suatu pendidikan jangka panjang. Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan diri dan tidak hanyabertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan membuat suatu kerjasama yang solid. Aku tidak memberikan pasangan yang sempurna karena engkau tidak sempurna. Aku memberikanmu seseorang yang dapat bertumbuh bersamamu".

Ini untuk : yang baru saja menikah, yang sudah menikah, yang akan menikah dan yang sedang mencari, khususnya yang sedang mencari.

J I K A........

Jika kamu memancing ikan.....
Setelah ikan itu terikat di mata kail, hendaklah kamu mengambil ikan itu.....
Janganlah sesekali kamu lepaskan ia semula ke dalam air begitu saja....
Karena ia akan sakit olehkarena bisanya ketajaman mata kailmu dan mungkin ia akan menderita selagi ia masih hidup.

Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang... .
Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya.....
Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja......
Karena ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan segalanya selagi dia mengingat... ..

Jika kamu menadah air biarlah berpada, jangan terlalu mengharap pada takungannya dan janganlah menganggap ia begitu teguh......cukuplah sekadar keperluanmu. ......
Apabila sekali ia retak......tentu sukar untuk kamu menambalnya semula......
Akhirnya ia dibuang..... .
Sedangkan jika kamu coba memperbaikinya mungkin ia masih dapat dipergunakan lagi.....

Begitu juga jika kamumemiliki seseorang, terimalah seadanya.... .
Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa.... .
Anggaplah ia manusia biasa.
Apabila sekali ia melakukan kesilapan bukan mudah bagi kamu untuk menerimanya. ....akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya.
Sedangkan jika kamu memaafkannya boleh jadi hubungan kamu akan terus hingga ke akhirnya.... .

Jika kamu telah memiliki sepinggan nasi.....yang pasti baik untuk dirimu.
Mengenyangkan. Berkhasiat.
Mengapa kamu berlengah, coba mencari makanan yang lain....
Terlalu ingin mengejar kelezatan.
Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak boleh memakannya.
kamu akan menyesal.

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan....yang membawa kebaikan kepada dirimu.
Menyayangimu. Mengasihimu.
Mengapa kamu berlengah, coba bandingkannya dengan yang lain. Terlalu mengejar kesempurnaan.
Kelak, kamu akan kehilangannya; apabila dia menjadi milik orang lain kamu juga akan menyesal.