Minggu, Desember 12, 2004

HARGA


Sebuah catatan di awal tahun 2000


Saya mempunyai sebuah cerita, yang diperoleh dari milis irfan seed tentang patung marmer dan lantai marmer. Suatu ketika, di museum yang sangat besar di sebuah kota. Di dalamnya terdapat beberapa patung marmer, dengan beralaskan lantai marmer yang indah. Patung itu, terpasang di ruang utama, dan menjadi perhatian setiap pengunjung yang datang kesana. Begitu banyak dan beraneka ragam pelancong yang datang baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri itu. Para pengunjung pun rata-rata kagum akan keindahan patung marmer itu.

Pada suatu malam, si lantai marmer, dimana dekat patung itu berada berkata, "Hei, Patung Marmer, ini sungguh tidak adil, sungguh tidak adil. Kenapa setiap pengunjung yang datang itu, hanya mengagumi mu, sementara mereka menginjakkan kakinya berdiri di atas tubuhku. Aku selalu terhina dengan ini semua, aku selalu diinjak-injak. Ini sungguh tidak adil !" Patung itu lalu menjawab, "Tenang sobatku lantai marmer. Apakah kamu masih ingat, kita sesungguhnya berasal dari gua yang sama? Bukankah kita sama-sama lahir dari tempat itu? Si Lantai Marmer kembali berseru, "Yeah, itulah yang membuatku tambah tidak adil. Kita lahir dari tempat yang sama, namun, kini, kita mendapat perlakuan yang berbeda. Tidak adil ! Dengan tenang, Patung itu berkata, "Lalu, apakah kamu juga masih ingat saat ada seorang pematung yang datang kepadamu, namun, kamu menolak itu semua? Lalu kamu tak mau untuk diukir oleh pahat-pahat itu? "Ya, tentu saja, aku masih ingat, ujar si Lantai, "Aku benci pria itu,bagaimana mungkin aku bisa menerimanya? Pahat-pahat itu sangat menyakitkan diriku.

"Betul, pematung itu tak bisa bekerja membuat karya, sebab, kamu menolak untuk diukir olehnya, ujar si Patung. Lantai itu bertanya lagi, "Lalu, mengapa demikian?.
Dengan tetap sabar Patung itu berkata, "Sobatku, saat pematung itu selesai denganmu, dan mulai mengukirku, aku yakin, suatu saat, aku akan tampil berbeda. Aku akan menjadi lebih baik suatu saat nanti. Aku juga tahu, kerja kerasnya akan membuatku tampil lebih indah dan berharga. Aku berubah melebihi keadaan ku sebagai batu marmer. Aku menerima semua alat yang digunakannya. Walaupun memang, semua pahat-pahat itu begitu menyakitkan tubuhku.

"Sobatku, ada sebuah harga untuk semuanya di dunia ini. Saat kamu menolak untuk menerima semua ujian itu, jangan salahkan orang lain jika mereka semua menginjak-injak tubuhmu. Si Lantai Marmer hanya terdiam merenungi kata-kata si patung itu.

Kisah diatas memberi makna mendalam bahwa dalam kehidupan ini memiliki "harga-harga" terhadap sesuatu yang akan kita peroleh kelak. Semuanya tidak ada yang gratis. Terkadang kita sering menghindar dari sayatan-sayatan alat pahat dari pengukir yang sebenarnya taklain adalah sebuah ujian bagi kita. Kita tidak sabaran untuk memperoleh sebuah hasil, tanpa kerja keras menghadapi semua ujian yang kita tempuh. Jangan lah muncul ke irian dan kesirikan kita takalan ada batu marmer lain yang karena kesabarannya, ketekunannya, dan usahanya untuk bertahan menghadapi proses kehidupan dari tangan sang pengukir. Begitu banyak air mata, karena menahan rasa sakit itu, begitu banyak waktu dan tenaga yang telah dicurahkannya. Dan dari "harga-harga" yang telah dihasilkan tadi kemudian terbentuk lah dia menjadi sebuah sosok lain yang lebih bagus dan indah dari "harga" asalnya sebongkah batu.

Dengan itu semua, akhirnya dia meninggalkan goa tempat yang pengap, gelap gulita, dan kini bermukin disebuah museum yang megah dan nyaman, dan disitu pulalah dia mendapat tempat terhormat dalam sebuah ruangan khusus kemudian orang-orangpun (pengunjung) mengaguminya. Tidak seperti nasib batu marmer yang lain yang cuman menjadi tempat pijakan orang-orang karena "harga" yang diperolehnya hanya menghasilkan dirinya menjadi lantai marmer yang letaknya dibawah. (sumber: internet)

Kalau saya analogikan keadaan bangsa kita ini, seperti kisah batu marmer tadi. Semenjak reformasi bergulir untuk sebuah proses (transformasi), telah begitu banyak penderitaan, kesakitan-kesakitan yang kita alami. Telah banyak pengorbanan entah itu materi, maupun non-materi, airmata dan darah, waktu dan tenaga dan lainnya. Kasus-kasus kemanusian, konfik antar etnis, kerusuhan massal, yang terjadi di level bawah, sampai ke disintegrasi bangsa, pertikaian antar elite politik yang tidak jelas ujung pangkalnya, kemudian timbul resesi ekonomi, inflasi yang sangat merugikan perekonomian kita dan rakyat pun menjadi menderita karena masalah-masalah tersebut. Kesemuanya itu menjadi "harga-harga" yang harus kita bayar. Sepertnya kita harus bersabar untuk menunggu tangan-tangan pengukir, yang sedang menguji bangsa ini apakah layak menjadi sebuah patung marmer yang berharga atau kah hanya sebuah lantai marmer yang untuk diletakkan dibagian bawah. Bangsa ini sedang dibentuk, cita-cita bersama adalah sebuah patung demokrasi yang indah. Semua elemen-elemen bangsa sedang menuju kesana. Tinggal bagaimana kita semua menyikapi permasalahan yang terjadi. Jangan sampai proses atau ujian ini hanya menjadikan kita sebagai bangsa yang kedudukannya seperti lantai marmer, yang bernasib untuk diinjak-injak oleh orang-orang karena "harga" kita hanya segitu.

Padahal kita ini berasal dari asal yang sama, sama seperti negara-negara adidaya lainnya yang katanya telah matang berdemokrasi itu. Akankah kita terus dibawah kapan kita menduduki tempat yang terhormat itu seperti patung maremr dalam sebuah museum.
Ada sebuah ungkapan permenungan yang patut kita renungi bersama, yaitu untuk membuat impian kita menjadi kenyataan, kita harus lah mau menukarkan dengan sebagian dari kehidupan kita.




Oleh:
Andi Nur Baumasepe M.
dipulikasikan Majalah MOTIVATOR edisi 6 tahun 2000

Tidak ada komentar: